Sorotan Rendahnya Gaji Kepala Daerah, KPK: Rentan Godaan Korupsi Penjelasan: Struktur judul diperpendek agar lebih padat namun tetap jelas. Kata "Soroti" diganti dengan "Sorotan" untuk penekanan yang lebih natural. "Rawan" diubah menjadi "Rentan" (sinonim lebih umum dalam konteks korupsi). Tetap mempertahankan istilah resmi seperti "KPK" dan makna aslinya. Tips visual: Gunakan bold atau italic untuk penekanan (opsional). Jarak antar baris (seperti di atas) membuat teks lebih mudah dibaca. (Teks hanya dalam bahasa Indonesia sesuai permintaan.)

Sekjen KPK Soroti Gaji Rendah Kepala Daerah yang Rawan Korupsi

JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cahya Hardianto Harefa mengkritik gaji kepala daerah yang terlalu rendah dibandingkan biaya politik saat Pilkada. Menurutnya, hal ini bisa memicu praktik korupsi.

Pernyataan ini disampaikan Cahya dalam diskusi media bertajuk “Praktik Baik Penugasan Penjabat (Pj) Kepala Daerah Dari KPK” di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (4/6/2025).

KPK diketahui menugaskan lima pejabat sebagai Pj di berbagai daerah. "Kalau gajinya kecil, misalnya Rp5,9 juta, meski ada tambahan lain yang sah, tetap saja tidak cukup menghadapi godaan korupsi," ujar Cahya.

Ia juga mempertanyakan mengapa banyak orang tertarik jadi kepala daerah meski gajinya kecil. "Ini kan aneh, pasti ada motif lain," tambahnya.

Menurut Cahya, ini jadi PR bagi pemerintah pusat. Selama biaya politik masih mahal, peluang korupsi akan tetap terbuka.

Baca juga: Ketua KPK Ingatkan Kepala Daerah Harus Miliki Sikap Antikorupsi

MEMBACA  Permintaan maaf Jokowi adalah tindakan kemanusiaan, kata Kaesang