Pembela Imigran Peringatkan RUU Trump Akan Percepat Kampanye Deportasi Kontroversial
Para pembela imigran memperingatkan bahwa RUU pajak dan anggaran yang didukung Presiden AS Donald Trump akan mempercepat kampanye deportasi kontroversial pemerintahan.
RUU ini—dijuluki "One Big Beautiful Bill" oleh pendukungnya—dijadwalkan ditandatangani menjadi undang-undang pada Jumat, menyediakan dana besar untuk penindakan imigrasi Trump.
Para ahli menyatakan pemerintahan Trump telah mengambil langkah drastis untuk meningkatkan penangkapan dan pengusiran imigran. Tindakan ini telah mengguncang komunitas di seluruh negeri, memicu protes dan kecaman publik.
Dalam pernyataannya setelah RUU disahkan, Vanessa Cardenas, direktur eksekutif kelompok reformasi imigrasi America’s Voice, menyoroti peran penasihat Gedung Putih Stephen Miller, yang dianggap sebagai arsitek kebijakan imigrasi keras Trump.
"Mimpinya adalah mimpi buruk Amerika," kata Cardenas. "Kampanye deportasi massalnya telah membahayakan industri, menyebarkan ketakutan, dan memisahkan keluarga—dan akan semakin buruk jika RUU buruk ini berlaku."
Pendanaan Deportasi Terbesar dalam Sejarah
RUU yang disetujui DPR dan Senat mengalokasikan sekitar $170 miliar untuk penegakan imigrasi dan perbatasan—investasi terbesar dalam detensi dan deportasi menurut American Immigration Council (AIC).
Dana tersebut termasuk $45 miliar untuk pusat detensi baru Immigration and Customs Enforcement (ICE), meningkat 265% dari anggaran 2024. Padahal, kondisi pusat detensi telah lama dikritik.
Analisis Brennan Center for Justice memperkirakan kapasitas detensi akan naik dari 56.000 menjadi lebih dari 100.000 tempat tidur. Sebagian besar dana akan mengalir ke perusahaan swasta, yang sudah menguasai 90% fasilitas detensi.
"Rencana ini muncul saat DHS membatasi pengawasan pusat detensi," tulis analis Brennan Center Lauren-Brook Eisen. "Laporan kondisi tidak manusiawi terus meningkat—tahun ini, 10 orang telah tewas dalam tahanan, tiga kali lipat dari empat tahun terakhir."
RUU ini juga berpotensi melonggarkan batasan hukum soal durasi penahanan anak, yang diatur dalam Flores settlement 1997. ACLU menilai ini membuka pintu bagi penahanan berkepanjangan terhadap anak dan keluarga.
‘Jaring’ Imigrasi yang Meluas
RUU ini menyediakan $29,9 miliar untuk operasi deportasi ICE—naik tiga kali lipat dari anggaran 2024. Pembela imigran menyebut ICE telah menggunakan taktik agresif untuk memenuhi janji kampanye Trump soal deportasi massal.
Pada Mei, target harian penangkapan dilaporkan mencapai 3.000—tiga kali lipat dari sebelumnya. Namun, data pemerintah menunjukkan rata-rata hanya 778 penangkapan per hari di awal masa jabatan Trump.
Cardenas memperingatkan tekanan ini menciptakan situasi di mana ICE "mengejar siapa pun yang bisa mereka tangkap," termasuk penggerebekan di tempat kerja atau parkir toko. "Dreamers"—imigran yang dibawa ke AS sejak kecil—juga terjaring.
Menurut The Guardian, petugas imigrasi didorong "berkreasi" dalam menangkap imigran tanpa dokumen, termasuk lewat kerja sama dengan penegak hukum lokal. RUU ini mencakup $3,5 miliar untuk mengganti biaya negara bagian yang berkolaborasi dengan ICE.
"Kita menjadi negara polisi," kata Gaby Pacheco dari TheDream.US, yang membantu siswa tanpa dokumen mengejar pendidikan tinggi.
Apakah Pendanaan Ini ‘Membuat Amerika Aman’?
Trump selama ini berargumen bahwa deportasi massal adalah satu-satunya cara mengatasi kriminalitas oleh warga asing. Namun, studi menunjukkan tingkat kriminalitas imigran tanpa dokumen lebih rendah daripada warga AS.
Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem menyebut RUU ini "kemenangan untuk hukum dan keamanan rakyat AS." Tetapi data The Washington Post menunjukkan proporsi tahanan dengan catatan kriminal turun dari 46% (Januari) menjadi 30% (Juni).
61% dari 93.818 orang yang dideportasi sejak Trump menjabat tidak memiliki catatan kriminal. Analisis TRAC juga menemukan 71% dari 56.397 tahanan imigrasi per 15 Juni tidak berkaitan dengan kriminal.
Hector Sanchez Barba dari Mi Familia Vota mengkritik RUU ini karena menambah utang nasional $3,3 triliun dan memotong program bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
"Generasi mendatang yang akan menanggung utangnya," katanya, "sementara uang besar mengalir ke kebijakan ICE yang menghukum keluarga dan pekerja esensial."