Judul yang Ditulis Ulang dan Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia: Lex Greensill Mengaku Alami ‘PTSD’ Pasca Pembicaraan Penyelamatan oleh SoftBank (Tipografi yang Lebih Menarik): Lex Greensill Ungkap Derita ‘PTSD’-nya Usai Negosiasi Bailout SoftBank

Buka Editor’s Digest gratis

Lex Greensill bilang ke Pengadilan Tinggi London bahwa dia masih punya PTSD setelah negosiasi tegang dengan SoftBank Jepang. Waktu itu, dia cari dana buat selamatkan perusahaannya yang bangkrut tahun 2021.

Selama dua hari di kursi saksi—testimoni pertamanya sejak Greensill Capital bangkrut Maret 2021—finansier asal Australia ini ceritakan negosiasi sulit dengan grup teknologi Jepang itu soal dana darurat akhir 2020.

Greensill sebut SoftBank sebagai organisasi yang “sangat politis” dan minta “diam” soal transaksi kontroversial yang bisa bikin investor SoftBank panik. Dia tuduh pendiri SoftBank, Masayoshi Son, ingkar janji lisan penting, lalu memaksakan syarat “menyakitkan” saat negosiasi larut malam.

Finansier ini—pakai jas biru rapi dan janggut terurus—bukan terdakwa di kasus ini, yang terkait sengketa antara dana investasi Credit Suisse dan SoftBank.

Dana Credit Suisse minta lebih dari $440 juta dari SoftBank, yang katanya buat tutup kerugian nasabah bank Swiss itu dari investasi terkait Greensill Capital.

SoftBank bantah klaim ini. Pengacaranya bilang kasus ini “contoh klasik penggugat cari pihak berduit buat salahkan atas kerugian akibat kelalaian mereka sendiri.”

Dalam dokumen tertulis, pengacara SoftBank juga bilang Greensill “tunjuk permusuhan” ke SoftBank di wawancara 2021 dengan likuidator, tempat dia bilang perusahaannya “dihancurkan” oleh SoftBank.

SoftBank Vision Fund dulu investor utama Greensill Capital, masukin $1,5 miliar ke startup pinjaman invoice itu tahun 2019.

Greensill bilang ke pengadilan bahwa Son setuju jadi mentornya selama kunjungan “sering mingguan” ke Tokyo. Dia puji miliarder Jepang itu sebagai orang yang bisa “liat lebih jauh dari orang biasa.”

MEMBACA  Saham AS Terusik Kembali Saat Trump Memperketat Perang Dagang Dengan Kanada

Tapi hubungan kemudian memburuk. Greensill bilang Son pernah kasih “janji lisan” buat jamin pinjaman berisiko ke salah satu perusahaan Vision Fund, tapi kemudian Son bilang dia ga ingat pembicaraan itu.

Ini picu serangkaian negosiasi tegang di mana SoftBank setuju kasih $440 juta buat bantu tutup kerugian investor Greensill Capital dari restrukturisasi perusahaan konstruksi AS, Katerra. SoftBank juga dapat saham lebih besar di perusahaan Greensill dan insentif lain sebagai imbalan.

Greensill bilang Son juga “maksa jaminan pribadi” senilai $50 juta darinya lewat telepon dini hari. Dia bilang negosiasi ini bikin dia rasanya “terbakar di sekujur tubuh.”

Negosiasi lanjutan soal pinjaman darurat $1,5 miliar dari SoftBank terjadi selama Natal 2020. Greensill bilang dia terima “jutaan” telepon waktu itu, dan ulang tahunnya akhir Desember sebagai “hari terburuk dalam hidupnya” karena SoftBank kemungkinan besar ga kasih pinjaman.

Greensill bilang ada “kesepakatan diam” soal negosiasi dengan SoftBank terkait restrukturisasi Katerra, yang katanya diatur biar SoftBank ga langsung rugi di laporan keuangan.

“Mereka ga mau dunia tahu, karena bakal buruk buat harga saham mereka,” klaim Greensill.

Greensill akui ke pengadilan bahwa dia pernah bilang ke likuidator salah satu perusahaannya bahwa Son pakai saham SoftBank buat biaya hidup mewahnya.

Menurut transkrip wawancara yang dibagi ke wartawan, Greensill bilang: “Banyak orang ga tahu bahwa Masa hidup sangat mewah, dibiayai dari utang pakai saham SoftBank-nya.”

Persidangan lanjut.