Apple Tak Pernah Berniat ‘Menang’ dalam Keynote WWDC-nya

Apple semakin terjepit di antara situasi sulit—tidak hanya dalam hal Kecerdasan Buatan.

Masalahnya, yang mungkin sudah mencapai titik puncak selama pidato utama CEO Tim Cook di WWDC 2025, adalah adanya dua kelompok berbeda. Di satu sisi, ada konsumen produk Apple yang menginginkan teknologi yang simpel dan mudah digunakan, tanpa gangguan. Berbagai survei menunjukkan bahwa konsumen tetap skeptis terhadap produk berlabel AI, bahkan 57% meyakini AI mengancam privasi mereka.

Di sisi lain, ada investor yang mencari inovasi terbaru. Meskipun bukti-bukti—termasuk riset terbaru dari Apple—menunjukkan keterbatasan AI, pasar saham masih terpukau oleh hype AI.

Apple berusaha memuaskan kedua kelompok ini. Hasilnya? Presentasi yang penuh dengan istilah "Apple Intelligence," rebranding layanan seperti Siri (yang hanya disebut sekali, sementara ChatGPT berkali-kali), tanpa banyak menjelaskan manfaat nyatanya.

Privasi memang jadi sorotan, dan memang keren bahwa Apple Intelligence tidak mengirim data pengguna ke server mereka. Tapi ini bukan hal baru—sudah diumumkan tahun lalu. Tanpa kritik tegas terhadap perusahaan lain yang ceroboh dengan data pengguna, pembahasan privasi terasa sekilas saja.

Pada intinya, pembaruan Apple lebih tentang vibe daripada inovasi mendalam. Apple Intelligence adalah vibe, desain "liquid glass" juga vibe. Tapi pasar saham sedang terpesona oleh visi AI ala OpenAI—bahkan sampai merekrut Jony Ive untuk membuat gadget tanpa layar. Apple kalah bersaing dengan hype ini, terbukti dari reaksi analis yang menyebut acara ini membosankan dan penurunan saham sejak presentasi dimulai.

Dilema Apple: Memuaskan Semua Pihak

Selama dua dekade, kepentingan konsumen dan investor Apple sejalan—berkat kesuksesan iPhone. Tapi sekarang, pasar sudah matang. Produk Apple sudah stabil, dengan umur pakai panjang (misalnya, iPhone 11 masih bisa dipakai hingga 2026).

MEMBACA  Apple Sports mendapatkan pembaruan besar tepat waktu untuk musim sepak bola.

Ini seharusnya jadi hal baik. Apple tidak terjebak dalam strategi planned obsolescence dan berkomitmen pada dampak lingkungan. Tapi di sisi lain, Tim Cook harus bekerja keras meyakinkan pasar bahwa pembaruan kecil layak dinantikan—dan terkadang terlihat berlebihan.

Contohnya "Liquid Glass." Dijelaskan seolah-olah layar Apple benar-benar diberi kaca cair, padahal ini hanya bahasa desain untuk membuat menu lebih transparan. Overhype semacam ini justru membuat marketing Apple terlihat transparan—dalam arti buruk.

Fitur baru seperti call screening atau polling di grup chat memang berguna, tapi Apple tidak bisa mengklaim sebagai inovator—Android sudah lebih dulu. Tanpa penjelasan jelas tentang visi AI-nya, Apple tetap terjebak di tengah tekanan pasar dan ekspektasi konsumen.

Topik: Apple, Kecerdasan Buatan