Di Silicon Valley, persaingan panas untuk keunggulan AI sangat ketat. Gaji yang sangat besar menjadi bagian dari strategi rekrutmen. Tapi, OpenAI punya cara berbeda dengan program residensi mereka untuk menarik bakat terbaik dari luar industri AI.
Program ini berdurasi 6 bulan, dibayar penuh, dan ditujukan untuk peneliti dari bidang lain seperti fisika atau neuroscience, bukan mereka yang sudah ahli di AI. Menurut Jackie Hehir, manajer program residensi OpenAI, peserta bukanlah mahasiswa PhD atau karyawan lab AI lain. Dia bilang, “Mereka sangat tertarik dengan bidang ini.”
Manfaat untuk OpenAI? Bakat bagus dengan harga murah. Gaji residen termasuk top 5% di AS, tapi masih lebih rendah dibanding gaji di industri AI yang bisa mencapai bonus ratusan juta dollar.
Dengan program ini, OpenAI ingin membangun tim yang setia pada misi mereka. Strategi ini dirancang oleh CEO Sam Altman untuk mempertahankan karyawan dan dorong inovasi. Salah satu mantan staf OpenAI menggambarkan budaya perusahaan sebagai “terobsesi dengan misi menciptakan AGI” (kecerdasan umum buatan).
Selain misi, residen OpenAI juga dibayar mahal, dengan gaji tahunan $210.000 atau sekitar $105.000 untuk 6 bulan. Mereka juga dapat tunjangan relokasi ke San Fransisco. Hampir semua residen yang performanya bagus dapat tawaran kerja tetap, dan semua yang ditawari menerimanya. Setiap tahun, OpenAI menerima sekitar 30 residen.
Syaratnya tidak konvensional: tidak perlu gelar atau pengalaman formal, tapi standar teknis sangat tinggi, terutama di matematika dan pemrograman. “Kamu tidak perlu gelar matematika lanjut, tapi harus paham konsepnya,” kata Hehir.
Sementara OpenAI membangun bakat baru, pesaing seperti Meta berusaha keras merekrut bakat top AI dengan bonus ratusan juta dollar. CEO Meta, Mark Zuckerberg, dikabarkan punya daftar target dari OpenAI.
Gaji di Meta untuk peneliti elite bisa capai $300 juta dalam 4 tahun. Hal ini memicu “ketakutan ketinggalan” (FOMO) di kalangan ahli AI.
Zuckerberg berhasil mengambil beberapa karyawan OpenAI. Menanggapi hal ini, kepala riset OpenAI, Mark Chen, bilang rasanya seperti “rumah kami dibobol dan sesuatu dicuri”.
CEO OpenAI, Sam Altman, sebut taktik Meta “gila”. Dia bilang uang saja tidak cukup dapatkan orang terbaik.
Dengan kekurangan bakat top AI (hanya ~2.000 orang di dunia), strategi OpenAI mungkin lebih berkelanjutan. Altman yakin, “Misionaris akan mengalahkan tentara bayaran.”