Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif menyatakan bahwa majelis hakim tidak mengikuti Pedoman Mahkamah Agung (MA) dalam menjatuhkan vonis terhadap Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah. Menurut Laode, putusan hakim tidak sesuai dengan pedoman MA yang mengatur hukuman ideal berdasarkan jumlah kerugian negara yang terjadi akibat korupsi. Meskipun demikian, Laode tidak menjelaskan hukuman yang seharusnya diberikan kepada Harvey jika mengacu pada pedoman MA tersebut.
Dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Salinan Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diatur tata cara pengkategorian kerugian negara berdasarkan nilai korupsi dalam sebuah kasus. Misalnya, kerugian negara di atas Rp100 miliar dikelompokkan sebagai kategori paling berat, sedangkan kerugian antara Rp1 miliar hingga Rp25 miliar masuk dalam kategori sedang.
Peraturan MA juga mengatur cara hakim menentukan tingkat kesalahan, dampak, dan keuntungan dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Harvey Moeis, yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), divonis pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan terkait kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT. Timah dari tahun 2015 hingga 2022.
Hakim Ketua Eko Aryanto menyatakan bahwa Harvey terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara bersama-sama. Harvey melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 KUHP. Selain pidana penjara, Harvey juga dihukum denda sebesar Rp1 miliar dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara.
Harvey Moeis divonis pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan terkait kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT. Timah dari tahun 2015 hingga 2022.