Dewan untuk membela keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Pemilihan Lokal

Jakarta (ANTARA) – Dewan Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menegaskan bahwa mereka akan mempertahankan keputusan hukum tentang undang-undang pemilihan kepala daerah yang diumumkan oleh para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan memastikan lembaga-lembaga nasional patuh terhadapnya.

“Kami memahami bahwa semua keputusan MK bersifat final dan mengikat. Insya Allah, kami siap untuk mendukung keputusan tersebut,” ujar anggota MKMK Yuliandri di sini pada hari Kamis.

Ia menyampaikan hal tersebut saat menerima sejumlah anggota masyarakat sipil termasuk aktivis, mahasiswa, dan sarjana yang mengunjungi kompleks MK untuk menyampaikan dukungan kepada Mahkamah.

Yuliandri menegaskan bahwa MKMK siap menerima masukan dari masyarakat sipil dalam mempertahankan keputusan pengadilan. Ia juga menyebut telah berkomunikasi dengan Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna untuk mempertimbangkan tindakan lanjutnya.

Ia menekankan bahwa Dewan Kehormatan bertugas untuk menjaga dan menegakkan martabat MK dan keputusannya.

“Kami siap menyampaikan masukan publik kepada Ketua Mahkamah Konstitusi dan hakim lainnya,” tegasnya.

Anggota masyarakat sipil yang menyampaikan dukungan kepada MK antara lain aktivis dan penyair Goenawan Mohamad, ahli hukum konstitusi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar, profesor antropologi hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto, dan Omi Madjid, istri dari almarhum cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid.

Pada hari Selasa, MK memutuskan bahwa ambang batas pencalonan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus semata-mata berdasarkan suara yang diperoleh dalam pemilihan daerah bukan berdasarkan kursi di parlemen daerah.

Putusan tersebut efektif menggugurkan Pasal 40(1) UU Pemilihan Kepala Daerah yang sebelumnya menuntut partai untuk either memperoleh 25 persen dari suara atau 20 persen kursi di parlemen daerah untuk dapat mencalonkan kandidat.

Mahkamah juga menyatakan pada hari yang sama bahwa ambang batas usia untuk calon kepala daerah — 30 tahun untuk gubernur dan 25 tahun untuk bupati dan walikota — harus dihitung sejak hari pendaftaran kandidat tersebut.

MEMBACA  Buka Toko Pertama di Indonesia, Pop Mart Menyajikan Produk Edisi Terbatas

Namun, Badan Legislasi DPR dan pemerintah dengan cepat menyetujui pada hari Rabu revisi UU Pemilihan Kepala Daerah untuk disahkan dalam rapat paripurna. Revisi tersebut hanya sebagian mengikuti putusan MK.

Draf revisi menyatakan bahwa ambang batas suara untuk pemilihan kepala daerah hanya berlaku bagi partai yang gagal masuk parlemen daerah, sementara partai parlemen tetap tunduk pada ambang batas kursi parlemen.

Selain itu, revisi menyatakan bahwa ambang batas usia untuk pemimpin daerah harus dihitung sejak hari pelantikan bukan dari hari pendaftaran. DPR mengatakan putusan Mahkamah Agung sebelumnya membenarkan perubahan tersebut.

Karena kurangnya kuorum, rapat paripurna untuk menyetujui revisi UU Pemilihan Kepala Daerah, yang direncanakan pada hari Kamis pagi, dibatalkan.

Berita terkait: Profesor UI desak DPR, pemerintah patuh pada putusan MK

Berita terkait: Pemerintah menghormati keputusan MK, DPR tentang aturan Pilkada: Jokowi

Berita terkait: DPR sebagian mengadopsi keputusan MK tentang ambang batas pemilihan daerah

Translator: Fath Putra Mulya, Nabil Ihsan
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2024