3 Pasal Penting dalam RUU Penyiaran yang Dikritik oleh Dewan Pers

Loading…

Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana mengungkapkan tiga pasal RUU Penyiaran itu pada intinya berkaitan dengan kewenangan Dewan Pers dan kewenangan liputan jurnalistik investigasi. Foto/Jonathan Simanjuntak

JAKARTA – Dewan Pers menolak draf revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran yang dianggap memberangus pers. Dewan Pers pun mengungkapkan tiga pasal krusial pada RUU penyiaran yang dianggap mencekal kebebasan pers.

Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana mengungkapkan tiga pasal RUU Penyiaran itu pada intinya berkaitan dengan kewenangan Dewan Pers dan kewenangan liputan jurnalistik investigasi. Pasal pertama ialah Pasal 8a ayat 1 poin q.

Dalam pasal itu disebut tegas bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pers. Pasal itu kemudian ditegaskan kembali pada Pasal 42 draf yang sama. Menurutnya pasal pemberian kewenangan itu pada akhirnya akan bertentangan dengan UU Pers.

\”Artinya kalau diberikan kewenangan untuk menyelesaikan kasus pers dia akan bertentangan dengan UU Pers pasal 15 ayatnya saya lupa di mana. Di situ mengatakan bahwa fungsi Dewan Pers menyelesaikan sengketa pers dan satu-satunya lembaga yang diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pers,\” kata Yadi Hendriana, Rabu (15/5/2024).

Satu pasal lainya tercantum pada Pasal 50 poin b ayat (2) yang berkaitan dengan jurnalisme investigasi. Yadi menilai apabila pasal itu tidak dicabut maka kebebasan pers seutuhnya telah selesai.

\”Satu ayat lagi itu adalah 50 b tentang larangan jurnalisme investigasi nah di situ sudah jelas, kalau ini betul-betul dilarang ya selesai kita. Karena semua jurnalisme itu kaitannya investigasi,\” ungkap dia.

Yadi juga membantah adanya dalih pasal larangan jurnalisme berkaitan dengan munculnya sebuah monopoli dalam penyiaran. Menurutnya, jurnalisme investigasi justru mengedepankan eksklusif.

MEMBACA  9 Manfaat Jus Lidah Buaya yang Pasti Disukai Wanita

\”Ada yang berdalih ini ada yang monopoli ekslusif, loh di mana-mana jurnalisme investigasi itu ya sendiri-sendiri, ekslusif. Enggak mungkin kemudian Pak Yogi dari Kompas lagi investigasi kasus kemudian dia ngajak yang lain. Enggak mungkin, dia ingin eksklusif dong,\” pungkasnya.

(rca)

\”