Peran Diplomasi Penting dalam Membangun Masa Depan yang Lebih Berkelanjutan: Menteri Luar Negeri

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa di tengah perubahan ekonomi global, diplomasi memainkan peran yang lebih krusial dalam membantu membentuk masa depan yang lebih berkelanjutan.

“Itulah mengapa melalui diplomasi, Indonesia terus mendorong upaya-upaya berkelanjutan dan kolaboratif untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan melaksanakan Persetujuan Paris,” jelasnya dalam Forum Keberlanjutan Internasional (ISF) di Jakarta pada Jumat.

Menurut menteri, Indonesia meyakini bahwa pembangunan berkelanjutan adalah kunci untuk kemakmuran masa depan.

Namun, katanya, progres SDGs menyimpang dari jalurnya di tengah jalan menuju 2030 dan tingkat investasi transisi energi saat ini tidak mencukupi untuk mengarahkan dunia menuju net-zero pada pertengahan abad ini.

Tahun lalu, energi bersih mencatat rekor baru lagi, katanya. Menurut laporan Bloomberg, investasi energi global tumbuh 17 persen untuk melampaui US$1,7 triliun selama periode tersebut.

Satu area yang menyaksikan tren investasi yang semakin meningkat adalah sektor kendaraan listrik, di mana pendanaan telah meningkat lima kali lipat menjadi US$634 miliar sejak 2020.

Dalam rantai pasokan energi bersih, investasi telah mencapai US$135 miliar secara global, dan diperkirakan akan meningkat menjadi US$259 miliar pada tahun 2025.

Marsudi mengatakan bahwa angka-angka tersebut menunjukkan tiga hal. Pertama, energi terbarukan adalah bahan bakar masa depan, katanya.

Kedua, energi tidak lagi menjadi komoditas, melainkan penggerak pertumbuhan ekonomi. Dan ketiga, ada perlombaan global menuju transisi ekonomi rendah karbon, dan Indonesia ingin menjadi bagian darinya.

Ia kemudian menyoroti tiga prioritas yang harus dikejar. Pertama, berinvestasi dan mengembangkan ekonomi hijau, yang akan memerlukan dukungan teknologi dan pendanaan yang signifikan.

Kedua, memanfaatkan potensi besar ekonomi biru, yang, kata Marsudi, diperkirakan akan menghasilkan lebih dari US$1,5 triliun dan sekitar 30 juta lapangan kerja per tahun.

MEMBACA  Bagaimana pengaruh pemilihan kabinet Donald Trump terhadap kebijakan luar negerinya? | Pemilihan Presiden AS 2024

Dan ketiga, fokus pada penyerapan karbon. “Banyak yang telah berbicara tentang mengurangi emisi dan kadang-kadang lupa akan pentingnya penyerapan emisi,” kata menteri.

Sebagai negara dengan tutupan hutan hujan tropis terbesar ketiga, Indonesia memiliki kapasitas untuk menyerap volume emisi yang besar. Dengan tingkat deforestasi yang terendah dalam 20 tahun terakhir, diyakini bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat.

Indonesia juga telah mengadopsi Strategi Jangka Panjang untuk Karbon Rendah dan Ketangguhan Iklim 2050 dan peta jalan untuk mencapai target emisi net-zero pada tahun 2060 atau lebih awal, katanya.

Ia menambahkan bahwa mengejar masa depan yang berkelanjutan adalah tanggung jawab bersama yang harus melibatkan semua orang — mulai dari individu hingga organisasi besar.

“Dan saya percaya, kita semua di sini adalah pemangku kepentingan penting dalam perjuangan menuju ekonomi rendah karbon untuk memastikan planet yang lebih sehat dan kualitas hidup yang lebih baik untuk diri kita sendiri dan juga untuk generasi masa depan kita,” katanya.

“Mari kita memperkuat kolaborasi kita untuk merancang masa depan yang berkelanjutan. Pastikan, Indonesia tidak suka membuat retorika. Kami tetap kuat berkomitmen untuk memenuhi komitmen kami,” katanya.

Berita terkait: Validasi sosial dapat mendorong gaya hidup berkelanjutan, kata Sophie Kirana

Berita terkait: Wakil Presiden mendesak delegasi ISF untuk membantu mewujudkan pembangunan berkelanjutan

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Azis Kurmala
Hak cipta © ANTARA 2024