Joe Rogan Merasa Trump Mengkhianatinya Soal Imigrasi

Joe Rogan, suara paling berpengaruh di media Amerika, kini berbalik melawan Donald Trump. Alasannya menusuk dalam: razia imigrasi.

Rogan, yang mendukung Trump beberapa jam sebelum pemilu presiden 2024, sekarang mengaku tertipu oleh pria yang ia bantu naik ke kekuasaan. Podcaster dan komentator UFC ini—dikenal karena memberi panggung pada figur anti-cancel culture dan pendukung kebebasan berbicara—kini menuduh Trump mengkhianati nilai-nilai yang ia kampanyekan.

“Kita diberitahu akan ada…” Rogan memulai di episode The Joe Rogan Experience tanggal 2 Juli, sebelum terdiam sejenak. “Ada dua hal yang gila. Pertama, penargetan pekerja migran—bukan anggota kartel, bukan geng, bukan pengedar narkoba, tapi kuli bangunan yang sedang bekerja di lokasi konstruksi. Tukang kebun. Serius?”

Tamunya, Amjad Masad, pendiri Palestina dan CEO platform coding Replit, setuju. Mereka membahas tindakan keras pemerintahan Trump terhadap imigran, terutama dalam konteks ketegangan di Gaza dan pembatasan pidato politik di kampus-kampus AS.

Masad menyebut laporan terkini tentang ICE (Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai) yang menarget mahasiswa Palestina dengan alasan lemah. “Kamu lihat video mahasiswa Turki di Tufts University yang menulis esai?” tanyanya.
Rogan menjawab tak percaya: “Cuma mengkritik Israel, kan? Itu cukup untuk diusir dari negara ini?”

Keduanya merujuk kekhawatiran bahwa kritik politik yang sah, terutama terhadap Israel, semakin dijadikan alasan pembatalan visa dan deportasi di bawah kebijakan imigrasi Trump yang diperbarui.

Dukungan dan Penyesalan Rogan

Pada 4 November 2024, Rogan mendukung Trump di media sosial tepat sebelum pemilu—sinyal kuat bagi basis penggemarnya yang didominasi pria.

“Elon Musk yang hebat dan perkasa. Tanpa dia, kita akan hancur,” tulis Rogan saat itu. “Dia membuat argumen terkuat untuk Trump, dan aku setuju di setiap langkahnya. Sebagai catatan, ya, ini dukungan untuk Trump.”

Postingan itu mendapat lebih dari 50 juta views. Namun, kurang dari setahun kemudian, Rogan tampak menyesal.

MEMBACA  Pengadilan Perdagangan AS Blokir Presiden Trump Terapkan Tarif (Pembaruan)

Meski jelas tak akan memilih Kamala Harris, Rogan kini merasa dikhianati. Kebijakan imigrasi yang ia kira akan fokus pada kriminal justru berubah menjadi tindakan represif terhadap komunitas imigran, termasuk residen legal, mahasiswa, dan pekerja.

Dari "America First" ke Razia dan Ketakutan

Selama kampanye, Trump janji deportasi besar-besaran, tapi klaim fokusnya adalah kriminal dan geng. Ralle-nya menampilkan foto narapidana MS-13 dan janji "membersihkan jalanan".

Tapi di realitanya, dokumen pengadilan dan data ICE menunjukkan banyak yang ditangkap atau dideportasi tak memiliki catatan kriminal.

Ketidaksesuaian inilah yang mendorong Rogan bersuara. Ia membangun mereknya di atas keaslian dan kebebasan bicara. Pendekatan Trump sekarang, baginya, lebih berbau otoriter ketimbang kebijakan.

“Fasisme hampir selalu respons terhadap komunisme,” kata Rogan di podcast yang sama, mengutip Anthony Rispo, mahasiswa psikologi di Columbia University. “Yang kita alami di negara ini adalah koreksi berlebihan. Ke kiri, lalu ke kanan sebagai penyeimbang.”

Dengan kata lain, Rogan mempertanyakan apakah kebijakan Trump adalah koreksi yang terlalu jauh—dan lebih mirip fasisme daripada kebebasan.

Musk, DOGE, dan Pecahnya Aliansi "Bro"

Kekecewaan Rogan mirip dengan Elon Musk, mantan sekutu Trump. Musk, yang mengepalai Department of Government Efficiency (DOGE), kini jadi kritikus Trump setelah Kongres mengesahkan "One Big Beautiful Bill", UU yang memotong subsidi EV, perlindungan imigran, dan insentif lingkungan.

Musk bahkan mengancam bikin partai politik baru. Meski Trump bisa mengabaikan pemberontakan CEO Tesla ini, ia tak bisa remehkan Joe Rogan. Kenapa? Karena mereka berbagi audiens yang sama: pria kecewa, pemilih anti-establishment, libertarian muda, dan orang yang muak dengan politik tradisional.

Jika kelompok itu dipaksa memilih antara Trump atau Rogan, dampaknya bisa signifikan pada pemilu tengah tahun 2026 dan lanskap politik masa depan.

MEMBACA  Robot pemotong rumput yang terlihat seperti mobil balap ini memotong rumput indah dan sedang dijual untuk Black Friday