Sebaliknya, Profesor Bruce Afran dari Universitas Rutgers mengatakan bahwa mengerahkan pasukan militer terhadap warga Amerika adalah “sangat tidak konstitusional” jika tidak ada pemberontakan dalam negeri yang sebenarnya. “Ada serangan terhadap kantor ICE, pintu-pintu, ada beberapa grafiti, ada gambar pengunjuk rasa yang masuk ke pos penjagaan yang kosong,” katanya. “Tetapi bahkan jika sampai membakar mobil, itu bukan pemberontakan dalam negeri. Itu unjuk rasa yang melibatkan pelanggaran hukum. Dan kita punya cara sipil untuk menghukumnya tanpa melibatkan angkatan bersenjata.”
Afran berargumen bahwa campur tangan dengan ekspektasi warga sipil—yang secara alami berharap berinteraksi dengan polisi, bukan tentara bersenjata—dapat mengubah hubungan dasar antara warga dan pemerintah, bahkan mengaburkan batas antara demokrasi dan otoritarianisme. “Bahaya jangka panjang adalah kita mulai menerima peran tentara dalam mengatur protes sipil alih-alih membiarkan penegak hukum lokal yang menanganinya,” ujarnya. “Dan begitu kita menerima paradigma baru itu—memakai istilah agak usang—hubungan antara warga dan pemerintah berubah selamanya.”
“Perusuh di Los Angeles, didukung oleh gubernur Demokrat Gavin Newsom, telah menyerang penegak hukum Amerika, membakar mobil, dan memicu kekacauan tanpa hukum,” kata Abigail Jackson, juru bicara Gedung Putih, kepada WIRED. “Presiden Trump dengan tepat turun tangan untuk melindungi petugas penegak hukum federal. Ketika pemimpin Demokrat menolak melindungi warga Amerika, Presiden Trump selalu akan bertindak.”
Seiring perintah untuk mengerahkan pasukan federal dikeluarkan, beberapa pengguna media sosial mendesak anggota militer untuk menganggap perintah itu tidak sah dan menolak menaatinya—langkah yang menurut pakar hukum sangat sulit dilakukan.
David Coombs, dosen hukum pidana dan militer di Universitas Buffalo serta veteran Korps Jaksa Tentara AD AS, mengatakan secara hipotetis pasukan bisa mempertanyakan apakah Trump memiliki wewenang mengerahkan Garda Nasional melawan penolakan gubernur negara bagian. “Saya pikir pada akhirnya jawabannya adalah ya,” katanya. “Tapi ini area abu-abu. Jika melihat rantai komando, gubernurlah yang seharusnya mengendalikan mereka.”
Selain itu, kata Coombs, saat diperintahkan bergerak, pasukan bisa—sekali lagi, secara hipotetis—menolak terlibat dalam aktivitas di luar cakupan perintah presiden, seperti penggerebekan imigran atau penangkapan. “Yang bisa mereka lakukan dalam status Title 10 hanyalah melindungi keselamatan personel dan properti federal. Jika melampaui itu, berarti melanggar Posse Comitatus Act.” Misalnya, pasukan federal akan membutuhkan polisi sipil saat pengunjuk rasa damai diminta bubar.
San Francisco Chronicle melaporkan bahwa dalam surat pada Minggu, Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem meminta pasukan militer untuk menahan atau menangkap “pelanggar hukum” saat protes—yang menurut pakar hukum hampir pasti ilegal dalam kondisi normal. Surat itu ditujukan ke Menteri Pertahanan Pete Hegseth dan menuduh pengunjuk rasa anti-ICE sebagai “gerombolan pemberontak” yang bertujuan “melindungi penyusup dan pria usia militer dari organisasi teroris asing.”
Khun, yang mengingatkan bahwa ada perbedaan besar antara mempertanyakan perintah tidak sah dan menolaknya, menyanggah anggapan bahwa pasukan punya pilihan di tengah situasi. “Ini tidak akan diperdebatkan saat penempatan,” katanya. “Tidak ada solusi instan, tidak ada cara cepat untuk membuktikan perintah itu tidak sah.”
Khun mengatakan jika berada dalam situasi serupa, “saya dan pasukan junior tidak akan merespons unjuk rasa damai.” Ditanya apa yang harus diwaspadai jika berhadapan dengan pasukan federal yang terlatih perang, Kuhn mengatakan Marinir akan berdiri lebih teguh daripada polisi yang sering mundur. Selain dilengkapi senjata kendali massa, Marinir terlatih dalam pertempuran jarak dekat.
“Saya mengharapkan respons defensif,” ujarnya, “tapi bukan kekuatan mematikan.”
Pelaporan tambahan oleh Alexa O’Brien.
Diperbarui 10 Juni 2025 pukul 13:40 ET: Menambahkan klarifikasi soal penembakan kurang mematikan terhadap Lauren Tomasi dan memperbaiki salah ketik nama jaksa agung California.