Otakmu Bekerja Berbeda Saat Pakai AI Generatif
Otakmu berfungsi secara beda ketika menggunakan AI generatif dibanding saat mengandalkan otak saja. Salah satunya, kamu cenderung lebih sulit mengingat apa yang sudah dikerjakan. Ini adalah kesimpulan dari sebuah studi MIT yang meneliti cara orang berpikir saat menulis esai—salah satu penelitian ilmiah pertama tentang dampak AI generatif pada manusia.
Studi ini masih berupa preprint (belum ditinjau sejawat) dengan partisipan relatif sedikit (54 orang) dan bersifat awal, tetapi mengindikasikan perlunya penelitian lebih lanjut tentang bagaimana alat seperti ChatGPT memengaruhi fungsi otak. OpenAI belum merespons permintaan komentar terkait penelitian ini (Catatan: Ziff Davis, perusahaan induk CNET, menggugat OpenAI atas dugaan pelanggaran hak cipta dalam pelatihan AI mereka).
Hasilnya menunjukkan perbedaan signifikan dalam aktivitas otak dan daya ingat saat mengerjakan tugas menggunakan alat AI dibanding saat mengandalkan otak saja. Namun, jangan terlalu ditarik kesimpulan besar—ini hanya gambaran aktivitas otak sesaat, bukan bukti perubahan permanen, kata peneliti.
"Kami ingin memberi langkah awal dan mendorong orang lain mengeksplorasi pertanyaan ini," ujar Nataliya Kosmyna, penulis utama studi.
Perkembangan alat AI seperti chatbot mengubah cara kita bekerja, mencari informasi, dan menulis. Semua terjadi begitu cepat, mudah lupa bahwa ChatGPT baru populer akhir 2022. Artinya, penelitian tentang dampak AI baru dimulai.
Otakmu Saat Pakai ChatGPT
Peneliti MIT membagi 54 partisipan menjadi tiga kelompok: satu pakai ChatGPT, satu pakai mesin pencari (Google), dan satu lagi hanya mengandalkan otak. Mereka diminta menulis esai dalam beberapa sesi. Hasilnya:
- Kelompok "otak saja" menulis dengan gaya lebih unik, sementara pengguna AI menghasilkan esai mirip satu sama lain.
- Dalam wawancara, kelompok otak saja lebih mampu mengutip kembali tulisannya dibanding pengguna AI atau mesin pencari.
- Hasil EEG menunjukkan konektivitas saraf tertinggi pada kelompok otak saja, terendah pada pengguna AI.
"Kelompok AI menunjukkan jejak ingatan lebih lemah, pengawasan diri berkurang, dan kepenulisan terfragmentasi," tulis peneliti. Ini bisa jadi masalah dalam pembelajaran: "Jika terlalu bergantung pada AI, pengguna mungkin mencapai kelancaran superfisial tapi gagal menginternalisasi pengetahuan."
Bukan "Kerusakan Otak"
Beberapa berita menyebut studi ini membuktikan ChatGPT "merusak" otak. Padahal, penelitian hanya mengamati aktivitas otak saat mengerjakan tugas, bukan efek jangka panjang. "Ini baru langkah awal. Kami ingin ada lebih banyak eksperimen," kata Kosmyna.
Genevieve Stein-O’Brien, ahli saraf Johns Hopkins (tidak terlibat penelitian), mengatakan efek AI mungkin tak sebesar yang dikira. "Struktur otak terbentuk sejak dini, jauh sebelum terpapar ChatGPT," jelasnya. Namun, dampak pada anak-anak—yang semakin sering berinteraksi dengan AI—perlu diteliti lebih lanjut.
Kenapa Menulis Esai Masih Penting?
Bagi sebagian orang, menulis esai mungkin terasa sia-sia—kenapa tidak serahkan saja ke mesin? Tapi, esai sebenarnya melatih cara berpikir dan pemahaman dunia.
"Menulis bukan sekadar menghasilkan teks, tapi juga mengembangkan ide," kata Robert Cummings, profesor penulisan di University of Mississippi. Ia pernah meneliti efek teknologi autocomplete pada penulisan dan menemukan bahwa alat tak selalu membuat orang menulis lebih cepat atau lebih baik.
Bedanya, dengan ChatGPT, beberapa partisipan MIT hanya copy-paste tanpa membaca. "Saat mahasiswa mengandalkan AI untuk menulis, mereka seolah menyerah—tidak lagi terlibat aktif dalam proyeknya," ujar Cummings.
Menariknya, kelompok yang awalnya menulis tanpa alat menunjukkan keterlibatan lebih tinggi saat akhirnya diberi akses ke AI. "Pendekatan yang menunda integrasi AI sampai pelajar cukup berusaha secara mandiri mungkin lebih efektif," tulis peneliti.
Cummings kini mengajar kelas menulis tanpa gawai—muridnya menulis tangan tentang topik personal yang sulit diolah AI. "Saya merasa lebih yakin mereka benar-benar berinteraksi dengan ide sendiri," katanya.
"Saya tidak akan kembali ke cara lama."