China telah terkena skandal makanan besar lainnya, kali ini melibatkan minyak masak di tangki kimia.
Media negara menemukan bahwa truk tangki mengirimkan bahan kimia dan minyak makanan secara bergantian tanpa membersihkannya.
Pemberitaan ini menyebabkan ledakan reaksi negatif dari masyarakat Cina minggu ini dan menuntut penyelidikan.
Skandal minyak masak baru telah meletus di Cina, sekitar satu dekade setelah razia terkenal negara itu terhadap restoran yang menggunakan kembali minyak selokan dan lemak limbah.
Kericuhan ini menyusul penyelidikan sensasional yang diterbitkan pada 2 Juli oleh outlet media negara Beijing News, yang menemukan beberapa kasus truk tangki mengangkut minyak masak langsung setelah mengirimkan bahan kimia yang digunakan untuk pengolahan batu bara menjadi cair.
Penulis laporan, Han Futao, menemukan bahwa tidak ada tangki yang dibersihkan di antara muatan.
Han menggambarkan satu kasus di mana truk tangki di provinsi Hebei mengirimkan bahan kimia di Qinhuangdao sebelum bergegas ke Sanhe beberapa hari kemudian untuk diisi dengan minyak kedelai.
Beberapa sopir truk memberitahu Beijing News bahwa praktik ini adalah langkah hemat biaya yang umum digunakan oleh perusahaan dengan ribuan truk – sebuah “rahasia terbuka” dalam industri, seperti yang ditulis oleh Han.
Pada beberapa musim, kata para sopir truk, sopir akan mengangkut air limbah industri sebelum mengirimkan minyak makanan.
Bahan kimia ini tidak diklasifikasikan sebagai mudah terbakar atau berbahaya, atau hukum Cina akan memerintahkan agar mereka diangkut dalam tangki khusus.
Namun laporan itu sejak itu memicu kemarahan di platform media sosial China, yang telah dipenuhi dengan topik viral yang membahas skandal tersebut.
Regulasi nasional telah menjadi target utama kemarahan publik. Mereka merekomendasikan agar perusahaan minyak hanya menggunakan truk tangki yang didedikasikan untuk zat makanan, tetapi panduan itu hanya dianjurkan dan bukan wajib.
“Apakah kaleng kerosin bisa menjadi kaleng kerosin dan kaleng minyak masak bisa menjadi kaleng minyak masak? Bahkan jika mereka dibersihkan, mereka tidak selalu begitu bersih,” kata salah satu komentar teratas di Weibo, versi China dari X.
Kericuhan semakin membesar ketika orang mulai menyebarkan peringatan regulasi dari tahun 2013 tentang praktik tersebut di provinsi Hunan, menunjukkan penggunaannya selama lebih dari satu dekade.
Sebuah laporan berita lokal tahun 2005 yang menggambarkan pencampuran minyak makanan dengan “bahan kimia berbahaya” selama pengangkutan juga menjadi viral.
“Mereka sudah tertangkap sebelumnya, tetapi masalahnya masih ada. Apakah hukumannya cukup keras?” tulis salah satu blogger.
“19 tahun yang lalu, media melaporkan bahwa tangki dicampur dengan makanan. Mengapa masalah ini belum terselesaikan?” tulis yang lain.
Beberapa hari setelah laporan Beijing News, media negara ikut campur dengan komentar pedas.
“Jika ini adalah ‘rahasia terbuka dalam industri,’ di mana letak kesehatan publik dan keselamatan hidup? Di mana martabat dan keadilan hukum?” tulis kolumnis People’s Daily Zhang Jingshan pada Senin malam.
Sinograin, sebuah badan negara yang mengawasi stok biji-bijian dan minyak Cina, memuat pernyataan pada Sabtu mengatakan bahwa mereka telah memulai penyelidikan terhadap “penggunaan bersama truk tangki.”
Namun pernyataan itu diikuti oleh tuntutan online untuk penyelidikan lebih luas melibatkan otoritas yang lebih tinggi.
“Mengecek unit Anda sendiri seperti menutup telinga saat mencuri lonceng,” tulis seorang blogger yang menuntut penjelasan. “Ini membutuhkan perhatian dari departemen terkait. Makanan adalah isu besar dalam kehidupan orang dan tidak boleh dianggap remeh!”
Keselamatan pangan di Cina sudah sensitif selama bertahun-tahun, menyusul beberapa skandal yang melibatkan minyak selokan dan bahan kimia berbahaya dalam susu bubuk bayi.
Kontroversi yang berulang telah menyebabkan kecurigaan yang semakin meningkat di kota-kota terhadap makanan yang dijual secara komersial di supermarket dan toko kelontong, memicu kampanye oleh pemerintah pusat untuk mempromosikan keselamatan pangan di negara tersebut.
Baca artikel asli di Business Insider”