Trump Rayakan Berakhirnya Acara Stephen Colbert, Sementara Ekonomi Acara Larut Malam Mulai Runtuh

CBS bilang keputusan mereka untuk hentikan acara komedi Stephen Colbert murni karena masalah keuangan, bukan politik. Tapi meski banyak yang ragu sama alasan itu, faktanya kondisi ekonomi emang nggak mendukung Colbert.

Pengumuman CBS Kamis malam bahwa “Late Show” bakal berakhir Mei depan berarti hilangnya kritikus TV Donald Trump yang paling terkenal sekaligus acara hiburan paling populer di jam tayangnya.

Industri TV yang lagi lesu bikin banyak stasiun TV harus ambil keputusan sulit soal program dan pembawa acara. Buat acara larut malam, ada faktor-faktor unik yang harus dipertimbangin.

Menurut firma iklan Guidelines, tahun 2018 jaringan TV dapet $439 juta dari iklan acara larut malam. Tahun lalu, angkanya turun jadi $220 juta.

Dulu acara larut malam banyak ditonton pemuda, yang jadi target utama pengiklan. Sekarang mereka lebih milih nonton di layanan streaming, baik buat nonton acara lain atau cuplikan acara larut malam yang susah dimonetisasi.

Layanan streaming emang makin diminati. Nielsen laporkan buat pertama kalinya, lebih banyak orang nonton di YouTube dan Netflix dibanding ABC, CBS, NBC, atau TV kabel.

Brian Wieser, CEO Madison & Wall, bilang jaringan TV dan streaming habisin $70 miliar untuk acara hiburan dan $30 miliar untuk hak siar olahraga tahun lalu. Olahraga langsung masih jadi penarik penonton terbaik, tapi biayanya naik 8% per tahun. Dengan penurunan penonton TV, jelas dari mana penghematan harus dilakukan.

Wieser nggak tau apakah acara Colbert untung buat CBS dan Paramount Global, tapi dia tau trennya ke mana. “Ekonomi televisi lemah,” katanya.

George Cheeks, CEO Paramount Global, bilang keputusan ini murni finansial karena kondisi sulit di jam tayang larut malam. Tapi nggak semua orang percaya.

MEMBACA  Ilhan Omar Kecam Donald Trump yang Sebut Imigran Somalia 'Sampah'

Colbert sering kritik Trump, dan baru-baru ini dia sebut pembayaran $16 juta Paramount ke Trump sebagai “suap” terkait rencana merger dengan Skydance Media.

Writers Guild of America minta Jaksa Agung New York selidiki apakah pembatalan acara Colbert juga termasuk suap buat dapat persetujuan merger dari pemerintahan Trump.

Keputusan CBS ini jadi minggu penting buat masa depan TV dan radio. Kongres juga potong dana buat PBS dan NPR, yang ancam masa depan acara di sana.

Journey Gunderson dari National Comedy Center bilang ini akhir dari sebuah era. “Acara larut malam selalu jadi wadah penting buat komedi dan komentar sosial,” katanya.

Trump malah seneng acara Colbert berakhir. “Aku seneng banget Colbert dipecat,” tulisnya di Truth Social. “Bakatnya lebih rendah dari ratingnya.”

Beberapa ahli tanya kenapa CBS nggak coba hemat biaya tanpa harus stop acaranya. Misal, NBC hemat dengan hapus band di acara Seth Meyers dan kurangi “Tonight Show” Jimmy Fallon jadi empat hari seminggu.

Kenapa CBS nggak langsung stop acaranya ketimbang nunggu sampai Mei depan? Tapi CBS tetep harus bayar Colbert sampai kontraknya habis.

CBS juga baru stop acara “After Midnight” setelah Colbert. Tapi mereka tadinya mau lanjutin acara itu sampai pembawa acaranya, Taylor Tomlinson, memutuskan mundur.

Andy Cohen dari Bravo bilang, “Hari sedih buat CBS karena mereka keluar dari persaingan acara larut malam. Mereka matiin lampu setelah berita.”

Wieser bilang Colbert masih bisa cari kerja di layanan streaming kalo mau. Tapi masa depan komedi larut malam di TV emang beresiko. Bisa jadi Trump bertahan lebih lama dari kritikus komedinya.

Jon Stewart sekarang cuma tampil seminggu sekali di “The Daily Show” di Comedy Central. Jimmy Kimmel ABC juga kontraknya habis tahun depan. Kimmel sendiri udah pertanyain berapa lama dia mau lanjutin acaranya.

MEMBACA  Pasar merosot dengan S&P 500 turun 6% dan Dow turun 2.200 setelah China membalas tarif Trump

“Kadang aku mikir, aku nggak bisa lanjutin ini,” kata Kimmel tahun 2022. “Tapi juga mikir, mau ngapain kalo nggak jadi pembawa acara?”

Colbert, Kimmel, dan Stewart sama-sama dinominasikan untuk Emmy minggu ini.