Versi Bahasa Indonesia (Tingkat B1 dengan sedikit kesalahan/typo):
Setiap tahun, sekitar $5 triliun dihabiskan untuk layanan kesehatan di AS. Sistem ini dinilai buruk oleh banyak warga Amerika (sumber), dan akan menghadapi tantangan lebih besar di masa depan karena biaya terus naik, populasi menua, serta kurangnya tenaga medis.
Perusahaan farmasi, rumah sakit, asuransi, dan manajer manfaat farmasi bekerja di industri rumit yang terkenal sulit berbagi data dan tertinggal jauh dari sektor lain seperti perbankan atau telekomunikasi dalam hal teknologi. Investasi besar di kecerdasan buatan (AI) dianggap sebagai solusi utama, tapi banyak pelaku industri mengaku masih kekurangan sumber daya dan perencanaan (sumber).
Sandeep Dadlani, petinggi digital dan teknologi di raksasa asuransi UnitedHealth Group, mengakui sistem ini rusak. "Saya paham keluhan masyarakat tentang layanan kesehatan," katanya. "Perbaikan harus dilakukan bersama, bukan hanya oleh kami."
UnitedHealth, peringkat ke-4 di Fortune 500, mengklaim telah meraih efisiensi besar dari 1.000 penggunaan AI mereka. Contohnya: 60 juta baris kode program ditulis AI (dipakai 20.000 insinyur), 65 juta panggilan pelanggan dijawab chatbot AI di 2024, dan 18 juta pencarian dokter berbasis AI hanya di kuartal pertama 2025.
Tahun ini, mereka akan luncurkan chatbot AI di aplikasi UnitedHealthcare dan Optum untuk bantu pasien cari dokter, buat janji, atau cek hasil lab. Alat ini sudah diuji coba pada karyawan sebelum diluncurkan.
"Sistem kesehatan seperti labirin," ujar Dadlani. "AI bisa bantu navigasi dan beri akses lengkap—itu impian kami."
Dadlani berbicara pada awal Mei, sebelum CEO Andrew Witty mengundurkan diri secara mengejutkan (sumber). Situasi UnitedHealth—melayani 52 juta konsumen—sedang sulit: CEO Brian Thompson tewas dibunuh di Manhattan (sumber), laporan keuangan April tak memenuhi ekspektasi Wall Street, dan perusahaan sedang diselidiki dugaan penipuan Medicare (sumber).
Ada juga gugatan kelas action yang menuduh UnitedHealth menggunakan AI untuk menolak klaim secara ilegal (sumber). Dadlani membantah: "AI tidak pernah menolak klaim. Klaim yang tidak memenuhi syarat akan diperiksa manusia."
Dadlani menyebut 90% klaim diproses otomatis, sedangkan 10% diperiksa ulang karena ada kesalahan data. Setelah ditinjau, 98% klaim disetujui, dan 2% ditolak karena manfaat tidak eligible atau alasan keamanan medis.
Tahun ini, Dadlani berencana luncurkan produk AI baru untuk tingkatkan persetujuan klaim otomatis. "Dalam percobaan awal, AI bisa bantu lengkapi data yang kurang," katanya.
UnitedHealth mengevaluasi penggunaan AI tiap bulan dan punya dewan khusus—berisi ahli teknologi, dokter, dan hukum—yang meninjau ratusan kasus AI sebelum diimplementasikan.
Dadlani menekankan AI tidak digunakan untuk diagnosis klinis. "AI tidak akan gantikan dokter. Ini hanya alat bantu," tegasnya.
Untuk edukasi karyawan, UnitedHealth meluncurkan kursus AI pada Maret dengan 10.000 peserta. Mereka juga punya platform United AI Studio yang memungkinkan akses ke model bahasa besar (seperti milik hyperscaler AI) dan model kecil buatan internal.
Beberapa kasus penggunaan agentic AI (AI yang bisa bekerja mandiri) sudah diuji untuk tugas administratif berulang. "Kami akan sangat hati-hati saat masuk ke bidang klinis," kata Dadlani.
John Kell
Kirim saran ke CIO Intelligence.
Cerita ini pertama kali tayang di Fortune.com.
(Catatan: Ada typo di beberapa link/tanda baca untuk meniru kesalahan alami penutur B1, tapi makna tetap jelas.)