Ditulis oleh Siddharth Cavale
-Di tahun 2020, waktu COVID-19 sangat berbahaya, John Furner – yang waktu itu jadi pemimpin divisi AS terbesar Walmart – bicara sama koleganya di Cina. Dia pakai pengalaman mereka untuk cepat-cepat ubah perkiraan stok barang dan cara kerja gantisupaya bisa lebih siap dari pembelian panik.
Furner, yang sudah lama kerja di Walmart dan besar di Arkansas tempat kantor pusat perusahaan itu, pernah tinggal di Cina sekitar dua tahun. Cina, tempat pertama pandemi, sudah mulai ubah rantai pasokan dan lebih maju beberapa bulan dari AS dalam buat keputusan. Furner pakai pengalaman itu untuk paham apa yang bakal dibutuhkan pelanggan, kata dia ke wartawan waktu itu.
Waktu dia mulai jabatan paling atas di Walmart pada 1 Februari, gaya kepemimpinannya yang suka kerja sama dan pengetahuan dalem tentang perusahaan akan diuji. Dia harus pimpin perusahaan di masa ekonomi susah, dengan tarif yang tekan keuntungan dan pemegang saham yang minta lihat hasil dari investasi AI Walmart.
“Perusahaannya beroperasi di iklim makro dan persaingan yang susah, apalagi dengan tarif, tekanan harga, dan perubahan perilaku konsumen,” kata Matt Prescott, presiden grup aktivis pemegang saham nirlaba The Accountability Board yang adalah investor Walmart. “Kami harap dia bisa hadapi tantangan ini.”
TUGAS FURNER SUDAH JELAS
Walmart jalan dengan baik di bawah CEO Doug McMillon. Keuntungan naik 21% dan saham melonjak empat kali lipat, karena McMillon ubah retailer besar ini jadi perusahaan kuat yang digerakkan teknologi selama 13 tahun dia pimpin. Tahun ini juga sama, karena banyak pembeli datang ke toko dan website mereka untuk beli barang lebih murah dari banyak pilihan barang perusahaan.
Tapi, Furner udah lama ditandai sebagai penggantinya, kata dua sumber yang tahu masalah ini ke Reuters. Mereka gamau disebutkan namanya karena tidak diizinkan bicara dengan media.
“Saya rasa udah cukup jelas buat kebanyakan orang di perusahaan bahwa John adalah yang paling depan,” kata salah satu orang itu. “John hebat, disukai… John itu orang yang mau coba hal baru jadi kita harus ubah bisnis ini tiap waktu dan berinovasi dan saya rasa itu alasannya orang-orang akan semangat dengan apa yang akan datang dibawah kepemimpinannya.”
Sejak memimpin Walmart AS di tahun 2019, Furner, 51 tahun, telah pimpin peluncuran inisiatif kunci termasuk Walmart+, program keanggotaan premium perusahaan, dan periklanan, sumber profit baru yang kata perusahaan akan bentuk lagi masa depannya.
Dia investasi di gaji, naikkan rata-rata bayaran per jam jadi lebih dari $17. Dia juga modernisasi gudang dan pusat distribusi perusahaan untuk bisa kirim lebih cepat, dan berperan penting dalam bangun bisnis periklanan Walmart, Walmart Connect, jadi operasi $4 miliar sejak diluncurkan tahun 2021.
“Gaya kepemimpinan kolaboratifnya dan keahlian operasional buat dia siap untuk bawa Walmart lebih jauh dari sisi penjualan dan profit, terutama waktu perusahaan hadapi transformasi retail yang digerakkan AI,” kata Corey Tarlowe, analis dari Jefferies. Tugas Furner sudah jelas: untuk berinovasi dan percepat, tambah Tarlowe. Beberapa area di mana dia bisa lakukan itu termasuk usaha AI Walmart, yang mencakup chatbot untuk pencarian, kemitraan dengan OpenAI, dan masukkan teknologi untuk buat keputusan bisnis lebih cepat, kata analis.
MENJAGA HUBUNGAN
Furner, yang suka gowes gunung dan pilot, sering bicara tentang pentingnya ambil perspektif dari luar untuk hadapi tantangan yang bergerak cepat.
“Dunia itu terlalu rumit dan bergerak terlalu cepat, dan hubungan-hubungan ini penting,” kata dia dalam wawancara tahun 2024, ingat pengalaman itu penting dalam hadapi pandemi.
Mengelola hubungan-hubungan itu akan jadi salah satu tantangannya.
“Halangan terbesar yang harus dihadapi John Furner adalah jadi wajah dari bisnis dengan pendapatan global $700 miliar, yang butuh manajemen yang lihai untuk media, persepsi investor, hubungan pemerintah, dan grup advokasi,” kata analis BNP Paribas Chris Bottiglieri.
Furner, anak dari seorang karyawan Walmart, kemungkinan siap untuk tugas itu. Setelah naik pangkat di perusahaan seperti pendahulunya, Furner kerja sebagai karyawan per jam, lalu di peran merchandising, operasi, dan pengadaan. Dia pimpin bisnis gudang Walmart Sam’s Club dari 2017 sampai 2019 sebelum jadi CEO Walmart AS, di mana dia awasi 1,5 juta rekan kerja dan 4.600 toko.
“Saya rasa masa depannya menarik,” kata Furner dalam pernyataan video yang menyertai pengumuman itu.
(Laporan oleh Siddharth Cavale di New York; Laporan tambahan oleh Abigail Summerville di New York; Disunting oleh Sayantani Ghosh dan Anna Driver)