Deutsche Bank menerbitkan catatan riset yg eksplosif akhir pekan lalu dengan judul simpel, “Bagaimana jika ?” (Dan iya, termasuk spasi ekstra sebelum tanda tanya.)
Ditulis oleh Kepala Riset FX Global George Saravelos, catatan ini mengeksplor apa yg mungkin terjadi jika Presiden Trump berhasil mengusir Jerome Powell dari jabatan ketua Federal Reserve AS dan menggantinya dengan seseorang yg setuju bahwa suku bunga harus lebih rendah.
“Kami yakin reaksi pasar akan besar,” tulis catatan itu. “Bukti empiris dan akademis tentang dampak hilangnya kemandirian bank sentral cukup jelas: dalam kasus ekstrim, baik mata uang maupun pasar obligasi bisa runtuh saat ekspektasi inflasi naik, imbal hasil riil turun, dan premi risiko meluas karena erosi institusional.”
Saravelos menolak berkomentar lebih lanjut saat dihubungi Fortune.
Catatan ini penting karena meski kebanyakan investor tidak yakin Trump bisa mengganti Powell sebelum masa jabatannya berakhir Mei depan, mereka juga tidak berpikir itu mustahil. Pemain di Polymarket, platform prediksi kripto, saat ini memberi peluang Powell dipecat sebesar 19%.
Sebelumnya, kebencian Trump pada Powell lebih sering diungkapkan lewat postingan medsos marah-marah. Dia memberi Powell julukan “Terlambat,” dan bilang dia “merengek seperti bayi soal inflasi yg tidak ada selama berbulan-bulan, dan menolak bertindak benar.”
Tapi pekan lalu, ancaman pada Powell jadi lebih nyata saat Russ Vought, direktur OMB, mengirim surat yg meminta Powell menjawab serangkaian pertanyaan ttg renovasi markas Fed.
Dia memberi waktu 7 hari kerja untuk membalas—batas waktu yg berakhir 21 Juli.
Vought menuduh Powell menyesatkan Kongres saat bersaksi baru-baru ini bahwa renovasi tidak termasuk sentuhan mewah seperti taman atap dengan sarang lebah.
“Tidak ada fitur air baru. Tidak ada sarang lebah dan tidak ada taman atap,” kata Powell.
Vought menyatakan elemen-elemen itu ada dalam rencana yg disetujui Komisi Perencanaan Ibu Kota Nasional, dan jika Powell mengubah rencana pembangunan, itu melanggar UU Perencanaan Ibu Kota Nasional karena renovasi tidak sesuai rencana yg disetujui.
Powell telah meminta kantor Inspektur Jenderal untuk meninjau renovasi tersebut.
Perselisihan soal rencana konstruksi ini bisa berdampak buruk pada pasar aset, tulis Saravelos.
“Jelas bahwa investor akan melihat kejadian seperti ini sebagai penghinaan langsung pada kemandirian Fed, menempatkan bank sentral di bawah tekanan institusional ekstrim. Dengan Fed berada di puncak sistem moneter dolar global, konsekuensinya juga jelas akan mengguncang jauh melampaui perbatasan AS.”
Saravelos mengatakan pemecatan Powell akan jauh lebih buruk daripada penunjukan Arthur Burns oleh Presiden Nixon tahun 1970-an. Nixon dan Burns, seperti Trump, terobsesi menurunkan suku bunga—dan memicu stagflasi di dekade itu.
Hari ini, “AS menjalankan defisit ganda lebih besar dan posisi aset luar negeri negatif, pasar modal jauh lebih terbuka dan condong ke alokasi aset AS, serta sistem nilai tukar global mengambang bebas. Semua faktor ini menunjukkan potensi gangguan global yg jauh lebih besar daripada 1970-an,” peringat Saravelos.
Tanda peringatan pertama adalah penurunan tajam nilai dolar AS. Dolar sudah jatuh 9,75% tahun ini, kinerja terburuk di paruh pertama tahun dalam beberapa tahun.
“Sulit mengukur dampak pada nilai tukar dan suku bunga, tapi dalam 24 jam pertama pengumuman pemecatan Powell, kami memperkirakan dolar berbobot perdagangan turun minimal 3%-4% disertai penjualan obligasi AS 30-40bps terutama di bagian belakang. Mirip dengan April lalu, korelasi antara pasar obligasi dan dolar akan berbalik tajam positif (keduanya turun),” kata Saravelos.
Situasinya mirip dengan Turki, di mana Presiden Erdoğan mengendalikan bank sentral secara politik.
Seperti Trump, Erdoğan sangat tidak suka suku bunga tinggi dan, akibatnya, inflasi Turki saat ini 35%.
“Kesimpulannya, kami anggap pemecatan Powell sebagai salah satu risiko peristiwa yg paling kurang dihargai dalam beberapa bulan mendatang,” tutup Saravelos.