Hampir tiga tahun lalu, Niki Mock, pendiri organisasi nirlaba FurnishHopeDC, memposting pesan di Nextdoor. Dia bilang sedang cari ranjang susun bekas tapi masih layak untuk keluarga kurang mampu di Washington, D.C. Keluarga itu tidur di lantai karena nggak punya cukup tempat tidur. Mock ingat ada yg balas: “Aku mau beliin.”
Pesan itu singkat kayak gaya CEO karena emang dari CEO: Julie Sweet, pemimpin perusahaan konsultan Accenture. Sweet sibuk ngasih saran ke para pemimpin perusahaan besar dan ngurus perusahaan dengan 770.000 karyawan. Tapi dia juga sempatin bantu FurnishHopeDC, organisasi yg kasih barang rumah tangga baru/bekas layak pakai ke keluarga kurang mampu di DC Ward 7 & 8.
FurnishHopeDC udah bantu lebih dari 900 rumah sejak 5 tahun lalu. Sweet bertanggung jawab atas lebih dari setengahnya dalam 3 tahun terakhir. Dia nyumbang minimal 10 tempat tidur (termasuk kasur & rangka) per bulan, plus beli lebih dari 400 tas perlengkapan tidur (@$200+). Isinya selimut, sprei, sarung bantal, bantal, squishmallows (untuk anak), dan selimut kecil. Sweet juga nyumbang produk kecantikan, mainan, & peralatan dapur, tapi fokusnya tetep ke perlengkapan tidur. “Sprei yg dia kasih kualitasnya lebih bagus drpd yg aku pake,” kata Mock.
Fokus Sweet ke perlengkapan tidur bukan tanpa alasan. Dia yg besar di keluarga pekerja di California anggap tempat tidur nyaman & tidur cukup itu “penting banget buat kesuksesan orang dewasa & anak-anak.” Tempat tidur yg nyaman, katanya, jadi “tempat berlindung setiap hari.”
“Seringkali keluarga ini tinggal di tempat sempit, dan satu-satunya tempat yg bisa mereka anggap milik sendiri adalah tempat tidur,” jelas Sweet lewat email. “Tempat tidur berkualitas bikin mereka tidur lebih nyenyak, yg penting bgt buat kesehatan, pikiran positif, & kekuatan buat hadapi masalah.”
Perbedaan kualitas tidur itu nyata
Beberapa tahun terakhir, industri tidur global bernilai ratusan miliar dolar, isinya kasur canggih, alat pantau tidur, alat apnea tidur, dll. Orang kaya yg pengen hidup lama rela belanja mahal buat tidur nyenyak. CEO dulu bangga cuma tidur 4 jam, sekarang ikut tren Gen Z “sleep-maxxing.”
Tapi penelitian tunjukkan kurang tidur lebih sering dialami orang berpenghasilan rendah. Penyebabnya stres, pengangguran, atau kerja multipekerjaan. Lingkungan padat, polusi cahaya/suara, & kurang taman juga berpengaruh.
Kurang tidur bisa bikin otak kerja seburuk orang mabuk, bikin mood jelek, & kurang motivasi. Kurang tidur jangka panjang juga tingkatkan risiko penyakit jantung & demensia.
Harga tempat tidur & perlengkapannya bisa jadi penghalang, terutama buat keluarga yg baru keluar dari tunawisma. Tahun ini, tarif impor bikin harga perlengkapan tidur makin mahal.
Lebih baik dari uang
Mock bilang Sweet sering belanja online perlengkapan tidur buat disumbangin. “Pas ada diskon, dia tanya, ‘Mau berapa?'” Waktu Presiden Trump umumkan rencana tarif, Sweet langsung kontak mau beli sebelum harga naik.
Sweet satu-satunya donatur yg selalu kasih sprei baru & milih motif unik buat anak & warna elegan buat dewasa. “Keliatan dia seneng banget milih desain & bayangin anak yg bakal dapet,” kata Mock. “Aku nggak tau kapan dia sempet, soalnya tiap tas beda isinya.”
Organisasi ini sering dapet pesan dari Sweet kapan aja, bahkan jam 2-3 pagi.
Di zona waktu tempat Sweet bepergian.
Mock bilang dia dan pasangannya, Adriane Herbert, kadang harus jelasin cara pake selimut dan sarungnya, karena beberapa orang belum pernah punya sebelumnya. Dia juga udah berhasil meyakinkan Sweet buat berhenti kasih kain sprei bawah yang panjang, soalnya bisa bikin kecoa, tikus, atau kutu kasur gampang jalan-jalan.
Setiap kali Mock liat tempat tidur baru dirakit, dia foto terus kirim ke Sweet biar Sweet tau siapa yang nerima manfaatnya.
“Ini jauh lebih berarti daripada dapet uang,” kata Mock. “Dia kasih waktu, tenaga, dan jelas uangnya juga, tapi yang penting tuh dia kasih hati dan jiwa sepenuhnya.”