Dulu orang Amerika bilang satu hal tentang perekonomian, tapi tindakan mereka beda. Tapi skarang mungkin berubah.
Perbedaan antara rasa percaya diri konsumer yg lemah dengan data kerja, pendapatan, dan GDP yg kuat sebelumnya disebut “vibecession” oleh ekonom Kyla Scanlon. Dia pertama kali pake istilah ini di postingan Substack tahun 2022.
Vibecession terakhir terjadi saat inflasi tertinggi dalam 40 tahun, dan Federal Reserve naikin suku bunga bikin pinjaman mobil & KPR lebih mahal.
Tapi konsumer tetep belanja karena pasar kerja kuat. GDP sempet turun dikit, tapi resesi terhindar. Survei kepercayaan juga lebih nunjukin perbedaan politik daripada keadaan ekonomi sebenarnya.
Di tahun 2025, kepercayaan konsumen jtuh setelah Presiden Trump mulai perang dagang. GDP turun lagi karena orang buru-buru beli barang impor sebelum tarif naik. Tapi lapangan kerja tetap stabil dan inflasi tidak separah yg ditakutin.
Setelah Trump tunda kenaikan tarif tertinggi, sentimen membaik sedikit, tapi masih 20% lebih rendah dari Desember 2024.
“Meski ada peningkatan bulan ini, konsumer masih waspada dan khawatir dengan arah ekonomi,” kata survei terbaru Universitas Michigan.
Sementara itu, pemerintahan Trump potong pengeluaran & pekerjaan, berdampak ke kontraktor dan pasar properti tertentu.
Perusahaan yg ragu soal ekonomi & tarif memperlambat perekrutan. Keterlambatan bayar pinjaman mahasiswa naik, dan AI hapus banyak pekerjaan entry-level buat lulusan baru. Belum lagi harga minyak naik setelah Israel serang Iran.
Efek kumulatif ini mulai terasa.
“Saya rasa konsumer AS tidak jadi kebal terhadap berita dan risiko ekonomi—sentimen memang naik dikit, tapi kita harus lihat dari level mana,” kata Elizabeth Renter dari NerdWallet. “Sedikit lebih baik belum tentu bagus, meski mungkin memberi harapan.”
Jadi, semakin sulit mengabaikan data ‘soft’ ekonomi dan fokus ke data ‘hard’.
Ketua Fed Jerome Powell bilang mereka tidak akan turunkan suku bunga sampai data hard tentang pengangguran & inflasi memberi alasan jelas. Tapi data soft mulai pengaruhi data hard.
“Berbeda dengan beberapa tahun lalu, ‘vibe’ skarang lebih pengaruhi perilaku, dan akhirnya kesehatan ekonomi,” tulis Renter. “Sekarang orang tidak bisa mudah dapet kerja lebih baik atau andalkan tabungan lebih & keringanan utang.”
Utang rumah tangga kembali ke level sebelum pandemi bahkan lebih, mengurangi kemampuan hadapi pengeluaran tak terduga atau PHK.
Bill Adams dari Comerica Bank juga bilang ada hubungan langsung antara sentimen konsumen dan belanja.
Dia analisis laporan penjualan retail Mei: konsumen tidak hanya kurangi beli barang tahan lama spt elektronik & mobil (yg turun setelah sebelumnya naik antisipasi tarif), tapi juga kurangi pengeluaran harian spt makanan & restoran.
Penjualan material bangunan & perlengkapan kebun juga turun besar, artinya investasi perbaikan rumah berkurang.
“Dengan penurunan di berbagai kategori tidak terkait, tampaknya kepercayaan konsumen yg lemah penyebab turunnya belanja bulan lalu,” tulis Adams.