Perusahaan perangkat lunak data senilai $62 miliar, Databricks, tidak akan ada tanpa jaringan kuliah. Sekarang, saat AI mengubah pembelajaran dan pasar kerja, CEO Ali Ghodsi bilang pendidikan lebih penting dari sebelumnya, menginspirasi investasi baru $100 juta.
Pendidikan tinggi sedang diteliti, dengan pertanyaan tentang nilainya karena masalah politikasi, biaya, dan pengembangan skill dunia nyata.
Tapi bagi tujuh peneliti di UC Berkeley, kuliah adalah waktu untuk eksplorasi—dan memicu ide yang mengubah perangkat lunak analisis data menjadi Databricks. Meski AI mulai menggantikan pekerjaan tradisional seperti software engineer dan desainer kreatif, menurut Ghodsi, pendidikan tetap kunci masa depan.
"Kita di era transisi di mana AI akan ubah masyarakat sepenuhnya," kata Ghodsi. "Salah satu solusinya adalah edukasi semua orang tentang teknologi baru ini."
Untuk Gen Z dan milenial yang sudah menghabiskan banyak uang untuk gelar, ada kabar baik: Databricks mengumumkan investasi $100 juta untuk pelatihan AI dan data, termasuk akses gratis ke platform mereka.
Dari teman sekamar ke teman sekantor
Awal Databricks dimulai tahun 2009 saat Matei Zaharia (sekarang CTO) membuat Spark di Berkeley. Di sana, dia bertemu Ghodsi dan pendiri lainnya. Mereka sadar bisnis butuh olah data besar—dan ini jadi dasar pendirian perusahaan tahun 2013.
Banyak perusahaan teknologi besar mulai dari pertemuan di kampus. Pendiri Reddit bertemu di Universitas Virginia, pendiri Google bertemu di Stanford, dan Mark Zuckerberg bertemu rekan-rekan Facebook di Harvard.
Kenapa terus belajar penting di era AI
Kuliah mahal—biaya empat tahun di Berkeley bisa lebih dari $200.000. Tapi Zaharia bilang koneksi dengan teman dan dosen sangat berharga.
"Orang belajar beda-beda. Ada yang butuh tim untuk mulai mengerjakan PR," katanya.
Ghodsi yakin pendidikan akan berubah cepat berkat AI, membuatnya lebih bernilai. Dengan AI, materi belajar bisa disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
"Pelajari passion-mu, perdalam subjek, dan manfaatkan teknologi ini. Kamu akan jadi yang pertama dapat peluang kerja baru," kata Ghodsi.
Arnold Castro dari Texas A&M bilang, "Tetap update dengan AI dan teknologi cloud, serta biasakan bekerja dalam tim. Belajar adalah proses seumur hidup—karena di AI, yang terbaru hari ini bisa jadi biasa besok."
Cerita ini awalnya muncul di Fortune.com