AI mengubah cara perusahaan beli software—bukan dengan ganti pengguna, tapi jadi pengguna itu sendiri.
Debat soal AI dan kerja sering fokus ke penggantian pekerja: Apa AI bakal gantikan manusia? Dimana AI gagal? Dan emang, beberapa percobaan “AI-first” hasilnya campur aduk—Klarna balik lagi pake layanan manusia, sementara Duolingo dapat protes karena strateginya terlalu fokus ke AI.
Ini bikin kita bingung soal PHK Microsoft. Bedanya sama Klarna yg terlalu cepat otomasi, Microsoft restrukturisasi buat jadi “pelanggan nol” dari AI mereka sendiri. Mereka ubah cara nulis kode, rilis produk, dan dukung klien. Ini strategi yg sakit tapi penting—AI nggak cuma otomasi, tapi juga ambil keputusan soal tools, proses, dan infrastruktur.
AI sebagai pengatur
Dulu, beli software lewat evaluasi, demo, persetujuan, dan pembelian. Sekarang, AI bisa bikin aplikasi, siapin infrastruktur, pilih tools—otomatis dan cepat. Misal, suruh AI bikin portal feedback, dia bisa pilih Next.js buat frontend, Neon buat database, Vercel buat hosting, Clerk buat autentikasi. Nggak perlu cari di Google, bandingin vendor, atau ketemu sales. AI langsung kerjain.
Data dari Neon tunjukin AI sekarang bikin database 4x lebih cepat dari manusia. Pola ini mulai merambah ke luar engineering. AI bakal atur sales pipeline, onboarding, operasi IT—sambil pilih tools yg cocok.
Restrukturisasi tim sales Microsoft juga tunjukkan cara pembelian di masa depan. Pelanggan sekarang cuma punya 1 kontak di Microsoft, bukan banyak sales. Mungkin karena AI bisa pilih vendor sendiri—dan AI nggak butuh banyak sales. AI nggak tanya, “Punya vendor favorit?” Dia langsung kerjain tugas dan cari solusi.
AI dengan manusia di dalamnya
Perubahan AI dari eksekutor ke pengambil keputusan didorong pendekatan human-in-the-loop (HITL).
Dulu, AI terbatas karena mahal, rapuh, dan kurang manfaatkan keahlian manusia. Ini bikin gagal di bidang sensitif kayak finansial, layanan pelanggan, dan kesehatan.
HITL ubah itu dengan masukkan AI langsung ke alur kerja. AI amati interaksi di GUI—klik, edit, persetujuan—untuk dapat data dari perilaku alami. Koreksi manusia jadi validasi berkualitas, tingkatkan akurasi ke ~99% tanpa ganggu kerja. Hasilnya, AI belajar gimana kerja dilakukan. Juga tercipta dataset dinamis yg sesuai proses bisnis.
Perubahan ini buka peluang pasar baru. Di sisi pengembangan, model supervised learning diganti sistem embedded learning yg lebih murah, cepat, adaptif. Ini hemat biaya gaji pekerja pengetahuan. Dengan biaya rendah dan akurasi tinggi, copilot generasi baru gabungkan otomasi dan keputusan manusia real-time, kuasai layanan pelanggan, keamanan, sales, operasi internal.
Tool ini butuh infrastruktur buat monitor real-time, tangkap interaksi GUI, pelabelan dinamis, pelatihan ulang otomatis—bikin peluang platform baru.
Microsoft buru-buru
Di internet banyak cerita soal pegawai pake AI buat kerja. Tapi kenyataannya, kebanyakan orang dan bos nggak punya keahlian itu. Kecuali perusahaan yg udah paham teknologi, mayoritas bakal lebih untung beli