Rabu, 15 Oktober 2025 – 12:25 WIB
Jakarta, VIVA – Gerakan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Nusantara (AMAN) meminta Komisi III DPR RI untuk mensenergikan hukum qanun dengan RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Permintaan itu disampaikan AMAN dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 15 Oktober 2025.
RDPU bersama Gerakan mahasiswa AMAN dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
Dalam RDPU itu, AMAN menyampaikan masukannya terkait RUU KUHAP. Pembina sekaligus salah satu inisiator AMAN, Muhammad Fadli, menyoroti bagaimana penerapan hukum qanun di Aceh.
Qanun adalah istilah hukum Islam yang memiliki arti undang-undang atau peraturan. Dalam konteks Indonesia, merujuk pada peraturan perundang-undangan yang setara dengan Peraturan Daerah (Perda) di Provinsi Aceh.
Fadli menjelaskan, bahwa Qanun Aceh nomor 9 tahun 2008 mengatur tentang 18 tindak pidana ringan yang bisa diselesaikan lewat lembaga peradilan adat di tingkat desa.
"Kami menginginkan ini diakomodir dalam RUU KUHAP yang baru," ucap Fadli.
Ia mencontohkan adanya ketidakpastian hukum yaitu saat satu kasus perkara pidana ringan diadili dua kali lewat qanun dan hukum nasional.
"Yang mau saya bilang di sini tolong dalam RUU KUHAP untuk mengakomodir, kekhususan Aceh ini diakomodir. Bagaimana penyelesaiannya secara spesifik di dalam RUU KUHAP itu, apakah diatur eksplisit bahwa, oh ketika sudah selesai di lembaga peradilan adat itu, tidak boleh lagi dilanjutkan ke aparat penegak hukum sehingga adanya kepastian hukum," ungkap dia.
Selain itu, yang menjadi masukan AMAN yaitu penerapan qanun jinayah di Aceh. Qanun Jinayah adalah peraturan daerah khusus di Aceh tentang hukum pidana yang berlaku berdasarkan syariat Islam.
Menurutnya, selama ini tak jarang pihak kepolisian memakai dua pendekatan hukum, yakni qanun jinayah sekaligus memakai KUHP.
"Kami ingin Komisi III mengakomodir sebagai kekhususan Aceh, bagaimana langkah yang harus diambil oleh aparat penegak hukum ketika terjadi kasus yang memang itu diatur dalam pasal KUHP dan qanun jinayah ini, kacamata hukum yang mana harus diambil," kata dia.
"Jangan nanti kasus A dengan pasal yang sama digunakan qanun jinayah kemudian di kasus yang sama itu digunakan pada pasal pasal KUHP," sambungnya.