Chevron Corporation, perusahaan energi terbesar asal Amerika Serikat (AS), telah mengonfirmasi rencana untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 15-20 persen dari total pekerjanya. Proses PHK ini akan dilakukan secara bertahap dimulai tahun ini dan diperkirakan akan selesai pada akhir 2026 mendatang.
Chevron merupakan perusahaan energi kedua terbesar di AS dengan nilai kapitalisasi pasar lebih dari US$ 270 miliar atau sekitar Rp4.409,7 triliun. Meskipun kabar PHK massal ini telah terdengar, saham Chevron (CVX) tetap stabil diperdagangkan di level US$157,89 atau menguat 0,62 persen.
CEO Chevron, Mike Wirth, sebelumnya telah menyebutkan rencana PHK ini pada November 2024 sebagai bagian dari restrukturisasi perusahaan untuk merampingkan biaya operasional. Menurut Vice Chairman Chevron, Mark Nelson, perubahan dalam struktur organisasi ini akan meningkatkan standarisasi, sentralisasi, efisiensi, dan hasil perusahaan.
Data kepegawaian per Oktober 2023 menunjukkan bahwa Chevron memiliki sekitar 45.511 karyawan di 51 negara. Dengan rencana pengurangan pekerja sebesar 15-20 persen, diperkirakan sebanyak 6.830 hingga 9.100 karyawan akan terdampak. PHK ini diharapkan dapat menghemat hingga US$ 3 miliar dari biaya operasional perusahaan, sebagai langkah ‘tanggung jawab’ untuk meningkatkan daya saing jangka panjang.
Chevron tidak memberikan detail mengenai negara mana saja yang akan terkena dampak PHK ini. Meskipun perusahaan ini mencatatkan laba fantastis pada tahun 2022, laba bersih Chevron turun pada tahun-tahun berikutnya akibat penurunan harga minyak. Saham Chevron juga mengalami koreksi dan laba perusahaan anjlok dalam dua tahun terakhir.
Dengan demikian, keputusan PHK ini diharapkan dapat membantu Chevron untuk tetap kompetitif dan bertanggung jawab dalam jangka panjang bagi seluruh pemangku kepentingan perusahaan.