Jakarta (ANTARA) – Indonesia memulai tahun 2024 dengan optimisme di berbagai sektor, termasuk dalam perdagangan, karena neraca perdagangan negara tersebut mencatat surplus sebesar US$2,02 miliar pada bulan Januari 2024. Ini merupakan bulan ke-45 sejak Mei 2020 bahwa Indonesia mampu mencatat surplus.
Surplus terjadi ketika nilai ekspor lebih tinggi dari nilai impor. Ini berarti bahwa bagian perdagangan Indonesia dalam barang dan jasa ke luar negeri lebih besar dari pembelian dari negara lain.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah stabil di angka lima persen. Dalam hal inflasi, negara berhasil mempertahankannya di bawah tiga persen.
Tentu saja, ketiga indikator ini tidak akan membawa perubahan signifikan, jika tidak diikuti dengan berbagai upaya tindak lanjut.
Indonesia perlu terus memperluas pasar, mendiversifikasi barang dan jasa, membuat perjanjian perdagangan, dan memperkuat perwakilan perdagangan di luar negeri.
Ekspansi perdagangan
Dalam beberapa tahun terakhir, Kementerian Perdagangan telah secara intensif memasuki pasar non-tradisional, seperti Amerika Latin, Eropa Tengah dan Timur, Afrika, Asia Selatan dan Tengah, dan Pasifik Selatan. Mereka dianggap memiliki potensi ekonomi dan prospek untuk perdagangan non-migas.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan bahwa pemerintah fokus pada mendorong ekspansi perdagangan menuju pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
Ekspansi perdagangan dianggap penting untuk memperkuat dasar transformasi yang telah dilakukan oleh Kementerian Perdagangan untuk memajukan ekspor Indonesia.
Saat ini, Indonesia menargetkan pasar non-tradisional, seperti India, Pakistan, Bangladesh, dan Timur Tengah, termasuk Afrika dan Amerika Latin.
Negara-negara yang termasuk dalam kategori pasar non-tradisional memiliki potensi besar, karena terdapat lebih dari dua miliar penduduk di sana.
Indonesia perlu menjelajahi dan mendiversifikasi produk-produknya. Beberapa produk yang dapat menjadi produk andalan negara adalah alas kaki, pakaian, peralatan elektronik, baja, minyak kelapa sawit, baterai kendaraan listrik, dan makanan dan minuman.
Dalam hal produk makanan dan minuman, dapat dikatakan bahwa Thailand dan Vietnam unggul dibandingkan Indonesia. Namun demikian, Indonesia memiliki beragam produk makanan dan minuman, dan kualitasnya tidak kalah.
Dengan kemasan atau desain yang menarik serta standar rasa dan kualitas yang terjamin, diyakini bahwa Indonesia akan mampu bersaing dengan kedua negara tersebut.
Produk dengan nilai tambah
Ekspor bukan hanya tentang menjual barang atau jasa ke luar negeri. Tanpa nilai tambah dari barang dan jasa, Indonesia hanya akan dipandang rendah.
Struktur ekspor Indonesia juga harus bertransformasi dari komoditas mentah yang memiliki nilai tambah menjadi produk ekspor yang berbasis manufaktur teknologi tinggi dan menengah.
Transformasi ini perlu didukung dengan penguatan diplomasi perdagangan untuk meningkatkan daya saing dan kebijakan downstreaming yang berfokus pada pasar dan produk potensial.
Seorang peneliti di Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institut untuk Pembangunan Ekonomi dan Keuangan (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mencatat bahwa Indonesia masih banyak mengekspor produk setengah jadi, sehingga posisinya tetap rendah dalam rantai pasok global.
Oleh karena itu, perubahan mendasar diperlukan dalam struktur ekspor negara, agar Indonesia dapat memainkan peran yang lebih signifikan dalam rantai pasok global. Sebelum itu, Indonesia juga perlu mengubah struktur industri manufakturnya.
Perwakilan perdagangan dan perjanjian
Saat produk-produk berkualitas dan beragam terwujud, promosi perdagangan harus dilakukan. Inilah tempat di mana diperlukan perwakilan perdagangan.
Penguatan perwakilan perdagangan di luar negeri sangat diperlukan untuk mewujudkan target eksplorasi pasar non-tradisional sebagai upaya memperluas destinasi ekspor.
Perwakilan perdagangan ini perlu didukung oleh sumber daya manusia yang terampil dan juga anggaran yang cukup untuk dapat mendukung promosi produk Indonesia.
Misi perdagangan yang dilakukan oleh perwakilan perdagangan Indonesia juga memiliki kontribusi besar bagi negara.
Misalnya, misi perdagangan ke Arab Saudi pada Januari 2023 menghasilkan perjanjian kerja sama senilai US$155,7 juta. Sementara itu, misi perdagangan ke Mesir pada Mei 2023 menghasilkan transaksi potensial senilai US$859 juta.
Perwakilan perdagangan memiliki tanggung jawab strategis dalam menyampaikan kebijakan perdagangan, peluang pasar, regulasi, hambatan, serta inisiatif lainnya.
Selain itu, perwakilan perdagangan dapat menjadi sumber informasi dan panduan utama bagi pelaku bisnis di Indonesia atau negara lain untuk memahami prosedur perdagangan lebih mudah.
Setiap negara memiliki prosedur atau tata kelola perdagangan sendiri. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika negosiasi perdagangan memakan waktu bertahun-tahun untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Manfaat dari perjanjian perdagangan meliputi membuka akses pasar dengan mitra potensial, menghilangkan tarif impor, dan meningkatkan daya saing sektor jasa yang memenuhi standar global.
Perjanjian perdagangan dengan negara pasar non-tradisional juga dapat berkontribusi pada penciptaan pasar baru untuk meningkatkan ekspor.
Saat ini, Indonesia sudah memiliki 37 perjanjian internasional yang telah ditandatangani.
Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, sepanjang 2023, tiga perjanjian perdagangan telah dilaksanakan, yaitu Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Emirat Arab (IUAE-CEPA), Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), dan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Korea (IK-CEPA).
Beberapa perjanjian perdagangan lain yang telah diselesaikan meliputi Perjanjian Perdagangan Batas Indonesia-Malaysia (BTA), Perjanjian Kopi Internasional (ICA) 2022, dan Protokol Kedua untuk Mengubah Persetujuan Pendirian Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN–Australia–Selandia Baru (AANZFTA).
Pelaku bisnis harus memanfaatkan sebaik mungkin perjanjian perdagangan ini, agar kinerja ekspor Indonesia terus meningkat, dan negara dapat memainkan peran dalam rantai pasok global.
Dengan berbagai perjanjian dan kinerja yang tercatat dalam periode sebelumnya, 2024 mungkin akan menjadi tahun yang lebih baik bagi perdagangan Indonesia.
Masyarakat Indonesia dapat optimis bahwa target pertumbuhan ekspor non-migas pada 2024 sekitar 2,5 persen hingga 4,5 persen akan tercapai.
Berita terkait: Neraca perdagangan Indonesia kembali surplus pada Januari 2024: BPS
Berita terkait: Surplus perdagangan 2023 menunjukkan ketahanan: kementerian
Editor: Rahmad Nasution
Hak cipta © ANTARA 2024