Jakarta (ANTARA) – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan bahwa teknologi yang digunakan untuk menangani masalah sampah harus dievaluasi dengan hati-hati agar sesuai dan tidak menimbulkan masalah baru.
“Semua 514 kabupaten dan kota memiliki kompleksitas berbeda dalam pengelolaan sampah. Tidak semua metode dan teknologi bisa diterapkan seragam di seluruh Indonesia,” jelasnya saat peresmian Pusat Krisis Sampah di Jakarta pada Kamis.
Dia menekankan bahwa banyak orang masih belum paham teknologi pengurangan sampah, termasuk mana yang aman untuk lingkungan dan manusia.
“Ada indikasi rencana penggunaan insinerator yang tidak memenuhi syarat untuk mengeluarkan emisi,” ujarnya.
Selain itu, penyesuaian juga diperlukan saat menggunakan teknologi, termasuk memastikannya dipakai di lokasi yang tepat. Penting juga untuk memperbaiki sistem informasi pengelolaan sampah, yang membutuhkan dukungan semua pihak.
Dia meminta pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat, untuk memanfaatkan Pusat Krisis Sampah guna mendapatkan masukan teknologi dan belajar pendekatan yang tepat untuk masalah sampah di daerah mereka.
Masyarakat juga bisa melaporkan praktik pengelolaan sampah, termasuk TPA ilegal, ke Kementerian Lingkungan Hidup melalui fasilitas baru ini.
“Jika ada masalah sampah, sekecil apapun, sampaikan ke Pusat Krisis Sampah untuk dicarikan solusinya,” tambah Nurofiq.
Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup, 34,2 juta ton sampah dihasilkan di Indonesia pada 2024, berdasarkan laporan dari 319 kabupaten dan kota.
Berita terkait: BRIN kembangkan teknologi ubah plastik jadi bahan bakar
Berita terkait: Teknologi bisa bantu atasi masalah sampah: kementerian
Penerjemah: Prisca Triferna, Raka Adji
Editor: Primayanti
Hak Cipta © ANTARA 2025