Revisi UU Pilkada yang dipaksakan oleh Badan Legislasi DPR akan membuat aturan tersebut cacat hukum kronis dan batal lantaran tak sesuai dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
“Secara hukum, jika DPR memaksakan merevisi UU Pilkada, UU itu cacat hukum kronis dan batal demi hukum karena bertentangan dengan UUD Negara RI 1945,” kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) W. Riawan Tjandra, Rabu.
Selain itu, dia mengatakan revisi UU Pilkada dapat menjadi pintu masuk gerakan rakyat di jalanan secara meluas.
Hal itu disebabkan oleh DPR dan pemerintah yang dikendalikan rezim politik sudah berada di ujung akhir masa jabatan bersikap plin-plan dalam merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasalnya, terdapat perlakuan yang berbeda antara Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka.
Sementara putusan MK Nomor Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Menurutnya, apabila pemerintah dan DPR tidak hati-hati dan bijak gerakan rakyat yang akan terjadi bisa menumbangkan pemerintahan sebelum Oktober.
Dia juga tak menutup kemungkinan akan timbul ketidakpercayaan publik terhadap calon presiden dan wakil presiden terpilih.
Revisi UU Pilkada yang dipaksakan Baleg DPR akan cacat hukum kronis dan batal karena bertentangan dengan UUD 1945.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News