Jumat, 28 November 2025 – 22:57 WIB
Jakarta, VIVA – Industri rokok elektrik di Indonesia kembali menjadi perbincangan hangat. Hal ini terjadi setelah dinamika regulasi meningkatkan ketidakpastian di sektor ini. Dalam beberapa tahun terakhir, industri ini memang berkembang pesat, namun tekanan dari kebijakan dan melemahnya daya beli masyarakat membuat arah bisnisnya berubah dengan cepat.
Baca Juga :
Rencana Tata Ulang Tambang Pasir Kuarsa Dinilai Strategis, DPR Ungkap Alasannya
Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi produksi dan distribusi, tetapi juga berpotensi mengurangi penyerapan tenaga kerja. Padahal, serapan tenaga kerja selama ini menjadi salah satu indikator penting perkembangan industri ini.
Menurut Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), saat ini sudah terlihat adanya perlambatan. Meski begitu, prospek untuk jangka menengah diyakini belum sepenuhnya suram.
Baca Juga :
Pacu Ekosistem Industri Nikel Berkelanjutan, IWIP Dukung Sinergi Tsingshan-UNIDO
Penerimaan cukai pada tahun 2024 mencapai Rp 2,65 triliun. Angka ini tumbuh 43,7 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI) memperkirakan ekosistem industri ini telah menyerap sekitar 150 hingga 200 ribu pekerja. Mereka memproyeksikan angka ini bisa mencapai 280 ribu orang pada tahun 2030 jika stabilitas regulasi dapat terjaga.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah bisa menjadi faktor penentu utama. Apakah industri ini akan memperluas lapangan kerja atau justru terpaksa melakukan penyesuaian yang mungkin berarti memangkas tenaga kerja.
Baca Juga :
Purbaya Buka Peluang Bea Keluar Batu Bara Diberlakukan Mulai 2026
Kajian dari laboratorium Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dirilis pada November 2025 juga menjadi bahan pertimbangan awal dalam menyusun kebijakan pengendalian tembakau yang lebih proporsional. Kajian tersebut menekankan pentingnya pengawasan mutu, pelabelan yang lebih jelas, serta metode pengujian yang mengikuti standar internasional.
Temuan ini memperlihatkan bahwa pengetatan regulasi bukan hanya bertujuan untuk membatasi industri, tetapi juga untuk mendorong praktik usaha yang lebih terukur dan bertanggung jawab. Dalam konteks ini, PT Delta Sukses Teknologi menjadi salah satu contoh produsen yang melakukan penyesuaian dengan memperkuat standar dan kepatuhan.
“Pengawasan yang berlapis, standarisasi pengujian, transparansi dalam komposisi produk, serta kedisiplinan terhadap protokol merupakan landasan utama perusahaan kami dalam mengembangkan setiap produk,” kata Ira Octaviera, Commercial and Corporate Director PT Delta Sukses Teknologi, seperti dikutip dari siaran pers, Jumat, 28 November 2025.
Ira menegaskan bahwa perkembangan industri kedepanya tidak bisa lagi hanya mengandalkan perluasan pasar. “Industri ke depan tidak lagi hanya soal ekspansi, tetapi juga tentang bagaimana bertumbuh dengan standar yang lebih tinggi, menghadirkan produk yang sesuai dengan regulasi, serta mengutamakan edukasi dan komunikasi yang lebih dekat dengan konsumen,” jelasnya.
Perusahaan ini sendiri telah merilis dua produk terbaru, yaitu DWAY Ultra dan DJOY BEAM Series. Kedua produk ini diklaim memiliki formulasi yang telah melalui proses uji mutu yang sangat ketat, dan telah memenuhi regulasi dalam negeri serta standar internasional Tobacco Products Directive (TPD – 2014/40/EU) dari Uni Eropa.
Halaman Selanjutnya
Menurut perusahaan, upaya untuk menjaga mutu dan memastikan semua proses mengikuti protokol yang berlaku merupakan bagian dari strategi mereka untuk beradaptasi dengan arah pasar. “Kami ingin menjadi contoh bahwa inovasi dan kepatuhan dapat berjalan beriringan. Ke depannya, kami akan terus memperkuat riset, pengembangan, serta penerapan standar untuk memberikan kontribusi yang lebih luas bagi industri nasional,” kata Ira.