Bantuan Sosial sebagai Bagian dari Konstruksi Politik Otoriter

Kamis, 8 Februari 2024 – 14:44 WIB

Jakarta – Guru Besar Universitas Paramadina, Didin S Damanhuri menilai, bantuan sosial (bansos) yang saat ini diberikan oleh Pemerintah adalah instrumen politik atau bagian dari konstruksi politik otoriter. Hal ini disebabkan karena pembagian bansos tidak didukung oleh angka kemiskinan yang mengalami penurunan.

Baca Juga:

Saran KPK Cegah Korupsi dan Politik Uang dalam Penyaluran Bansos

Didin mengatakan, anggaran bansos 2024 tercatat mencapai Rp 500 triliun atau Rp 496 triliun, dan menjadi anggaran terbesar selama reformasi. Anggaran ini juga meningkat sebesar Rp 20 triliun dari tahun 2022 yang sebesar Rp 476 triliun.

“Pemberian bansos dengan jumlah sebesar Rp 500 triliun yang merupakan yang terbesar selama reformasi, tidak didukung oleh data kemiskinan yang sebenarnya sudah mengalami penurunan meskipun tidak signifikan,” ujar Didin dalam ringkasan diskusi bansos Kamis, 8 Februari 2024.

Baca Juga:

Bawaslu Kerja Sama dengan Polisi Usut Masalah Surat Suara di Malaysia 

Menurutnya, bantuan sosial yang diberikan secara besar-besaran harus diiringi dengan indikasi peningkatan jumlah orang miskin. Namun, menurut Didin hal itu tidak terjadi, karena angka kemiskinan di Indonesia tercatat mengalami penurunan.

Berdasarkan data rilis terakhir Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 tercatat mengalami penurunan dibandingkan September 2022. Persentasenya sebesar 9,36 persen atau mencapai 25,9 juta orang.

Baca Juga:

Denny JA: Lacak Jejak Digital Cara Mudah Nilai Kredibilitas Lembaga Survei

Para Keluarga Penerima Manfaat diminta menunjukkan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga asli saat pengambilan bansos

Para Keluarga Penerima Manfaat diminta menunjukkan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga asli saat pengambilan bansos

Jumlah orang miskin pada Maret 2023 tercatat mengalami penurunan sebesar 0,21 persen poin dibandingkan dengan kondisi September 2022 dan mengalami penurunan sebesar 0,18 persen dibandingkan dengan Maret 2022.

MEMBACA  Dibutuhkan database industri makanan cepat saji untuk mengoptimalkan pembatasan gula: BRIN

“Nyatanya kemiskinan sudah agak menurun. Dan itu pertanda bansos telah menjadi alat politik, terlebih dibagikan menjelang Pilpres 2024,” tegasnya.

Selain itu, Didin menyoroti tentang bansos yang tidak melibatkan Menteri Sosial, Tri Rismaharini. Pasalnya, bansos yang dibagikan saat ini langsung diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Padahal Menteri Sosial adalah pihak yang bertanggung jawab atas anggaran tersebut dan tidak sedang dalam keadaan tidak bisa hadir atau sakit. Bahkan tidak mendampingi Jokowi saat bansos dibagikan. Hal ini memperkuat bahwa terjadi proses politisasi bansos untuk kepentingan Pilpres,” jelasnya.

Zulkifli Hasan dampingi Jokowi salurkan bansos beras di Jakarta Utara

Didin menjelaskan, berdasarkan analisanya dalam tinjauan ekonomi politik dalam 5 tahun terakhir, terdapat gejala Indonesia sedang berada dalam fase neo otoritarianisme.

Dia memberikan contoh, pada masa Soekarno terdapat isu Nasakom dengan keseimbangan kekuasaan antara TNI-AD vs PKI. Dan kemudian Soekarno menciptakan suatu ekosistem sehingga MPR pada saat itu memutuskan ia menjadi presiden seumur hidup meskipun dengan dekrit Soekarno sendiri.

Kemudian pada masa Soeharto, diciptakan partai pelopor agar proses pembangunan ekonomi berlanjut dengan industrialisasi tanpa adanya instabilitas politik.

“Jadi, bansos sebagai instrumen politik adalah bagian dari konstruksi politik otoriter,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya

“Nyatanya kemiskinan sudah agak menurun. Dan itu pertanda bansos telah menjadi alat politik, terlebih dibagikan menjelang Pilpres 2024,” tegasnya.