Seorang anggota DPR mendorong pemerintah untuk menyesuaikan regulasi penerbangan agar industri MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul) dalam negeri bisa lebih kuat dan bersaing.
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Chusnunia Chalim, mengatakan pada Jumat bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan kemampuan dan daya saing industri ini sambil berupaya meningkatkan penerimaan negara.
“Beberapa peraturan perlu dirinci lebih lanjut, termasuk memeriksa dampaknya jika aturan tersebut dilonggarkan,” ujarnya saat mengunjungi fasilitas Batam Aero Technic (BAT) di Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau.
BAT merupakan salah satu fasilitas MRO terbesar di Indonesia, yang menawarkan perawatan dasar, perawatan jalur, perawatan komponen, dan pengecatan pesawat di area seluas 30 hektar. Klien mereka termasuk Cebu Pacific, Philippine Airlines, dan SpiceJet.
Chalim menyatakan bahwa pemerintah perlu meninjau beberapa peraturan yang masih membebani pelaku industri. Salah satu masalah yang ia catat adalah larangan, pembatasan, dan pengenaan pajak pada pelaku usaha MRO.
“Pajak penghasilan dan beberapa pajak lain dikenakan pada bengkel pesawat, tetapi tidak pada maskapai penerbangan. Bisakah aturan itu dilonggarkan untuk lebih memberdayakan pelaku MRO?” tanyanya.
Direktur Utama BAT, Riki Supriadi Suparman, mengatakan ia menginginkan kepastian kebijakan yang menyetarakan biaya jasa MRO di Indonesia dengan negara lain.
Dia mencontohkan bea masuk yang masih berlaku untuk komponen pesawat tertentu karena klasifikasi HS Code yang tidak spesifik.
“Mesin pesawat untuk ATR, misalnya, masih dikenakan bea masuk karena HS Code-nya sama dengan turbin listrik,” jelas Suparman, seraya mendorong pembuatan kode khusus untuk komponen pesawat.
Dia menambahkan bahwa peraturan wilayah kepabeanan juga turut membebani biaya.
“Komponen masuk ke Batam secara gratis karena kawasannya ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas, tetapi ketika dipasang di pesawat Indonesia, komponen itu masih terkena aturan TLDDP (Tempat Lain Dalam Daerah Pabean),” rinci Suparman.
“Sementara jika dipasang di pesawat asing, komponen itu bebas biaya,” tambah dia.
Dia menyerukan kebijakan yang seragam untuk memastikan industri penerbangan Indonesia bisa bersaing dengan negara lain.