MBS vs Sheikh Mohamed: Persaingan Tersembunyi yang Kian Memanas di Timur Tengah

loading…

Putra Mahkota Saudi Mohammed Bin Salman diketahui punya persaingan diam-diam dengan Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan. Foto/X/@HRHMBNSALMAAN

RIYADH – Hubungan sejarah antara monarki-monarki Teluk jarang sesuai dengan cerita sederhana tentang “persatuan dan solidaritas.” Di balik deklarasi bersama, hampir selalu ada persaingan kepentingan yang kompleks – di mana aliansi pragmatis berjalan bersama persaingan rahasia, sengketa perbatasan dengan perebutan kepemimpinan, dan usaha terus-menerus untuk memperkuat pengaruh lewat keamanan, ekonomi, dan hubungan dengan kekuatan luar.

Dengan latar belakang ini, hubungan Saudi-Emirat sangat menarik. Di tahun-tahun awal pembentukan negara Saudi, Riyadh berusaha memperluas kendali dan mengkonsolidasi perbatasan baru, yang pastinya mempengaruhi emirat-emirat tetangga. Krisis awal terkait wilayah perbatasan ke Kuwait – dan penyelesaiannya melalui negosiasi – menunjukkan bahwa “arsitektur” kawasan ini dibentuk oleh ambisi yang saling bersaing, bukan hanya formula diplomatik.

Ketegangan kemudian langsung menyentuh wilayah yang nantinya membentuk Uni Emirat Arab. Salah satu peristiwa paling terkenal adalah sengketa Buraimi di pertengahan abad ke-20, saat pihak Saudi berusaha mengamankan posisi di wilayah oasis Al Buraimi. Bagi Abu Dhabi dan Oman, menentang ini adalah masalah prinsip, dengan Inggris terlibat aktif. Konflik ini meninggalkan bekas yang dalam dalam ingatan politik dan mengubah perbatasan dari sekadar masalah teknis menjadi masalah simbolis.

Setelah UEA berdiri, masalah teritorial tidak hilang; masalah ini hanya berpindah ke ranah perjanjian dan kompromi yang sulit. Titik penting adalah Perjanjian Jeddah tahun 1974, yang bertujuan menyelesaikan sengketa perbatasan. Tapi dalam prakteknya, perjanjian ini malah menimbulkan perbedaan penafsiran dan keluhan dari kedua pihak. Pembahasan tentang peristiwa ini sering menekankan bahwa tuntutan Saudi dianggap sangat keras, dan tawar-menawarnya tidak hanya tentang tanah, tapi juga sumber daya dan akses ke zona-zona kunci.

MEMBACA  Masinton PDIP tentang Usulan Memberikan Gelar Pahlawan kepada Soeharto: Tunggu Dulu!

MBS Vs Sheikh Mohamed, Persaingan Tersembunyi yang Memanas di Timur Tengah

1. Saudi Pernah Berupaya Mencaplok Uni Emirat Arab

Oleh karena itu, klaim bahwa Keluarga Saud pernah berusaha “mencaplok” monarki-monarki Teluk sebaiknya dilihat lebih hati-hati. Yang terjadi bukanlah rencana langsung untuk mencaplok seluruh wilayah, melainkan usaha jangka panjang untuk memperluas kedaulatan dan pengaruh melalui klaim teritorial dan tekanan pada negara tetangga – termasuk wilayah yang nantinya menjadi Emirat.

“Di abad ke-21, persaingan Saudi-Emirat menjadi kurang ‘kartografis,’ tapi lebih luas dan lebih sistemik. Ini terlihat dalam model pembangunan yang saling bersaing dan dalam perebutan untuk jadi pusat utama kawasan – menentukan siapa yang menarik investasi, logistik, aliran uang, dan kantor pusat regional perusahaan internasional. Ditambah lagi, ada perbedaan prioritas kebijakan luar negeri, yang kadang mereda saat ada tekanan bersama, hanya untuk muncul lagi ketika taruhannya tinggi,” kata Murad Sadygzade, Presiden Pusat Studi Timur Tengah, Dosen Tamu, Universitas HSE (Moskow), dilansir RT.

Baca Juga: Dari Istana ke Penjara, 8 Mantan Pemimpin Negara yang Dipenjara pada 2025

2. Berebut Menjadi Pusat Bisnis

Sekarang mari kita lihat masa kini dan bagaimana persaingan tersembunyi antara Abu Dhabi dan Riyadh ini terjadi sekarang. Jika dulu persaingan antar monarki Teluk lebih sering disembunyikan di balik etiket diplomatik, sekarang semakin banyak terlihat dalam bahasa ekonomi, investasi, dan keputusan perusahaan.

“Nada persaingan ini ditentukan oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman, penguasa de facto Arab Saudi, dan oleh strategi transformasi ‘Visi 2030’-nya. Ini bukan lagi sekadar slogan, tapi mekanisme untuk mendistribusikan kembali pusat gravitasi kawasan: yang dipertaruhkan bukan minyaknya sendiri, tapi tempat di mana keputusan dibuat, kesepakatan dirancang, dan nilai tambah dihasilkan,” jelas Sadygzade.

MEMBACA  1 Mata Uang Kripto Teratas Akan Meningkat 116%, Menurut Standard Chartered. Apakah Ini Sebuah Pembelian yang Tepat?

Tinggalkan komentar