COP30 Gagal Capai Target 1.5°C Emisi Militer Tetap Tak Terhitung

Militer merupakan polutan global utama, namun mereka masih bebas dari pelaporan iklim, menciptakan titik buta yang mengancam seluruh peta jalan COP30.

Direktur Climate Action Beacon di Griffith University, Australia.

Diterbitkan Pada 20 Nov 2025

Seiring negosiasi COP30 di Belem memasuki tahap akhir, ada harapan bahwa negara-negara mungkin akhirnya menyetujui peta jalan untuk menghapus bahan bakar fosil—sebuah terobosan yang crucial jika kita serius mempertahankan target 1,5°C. Namun bahkan pada momen pivotal ini, satu jalur utama masih absen dari peta jalan tersebut yang berpotensi menggrogoti progres yang dicapai di Brasil: emisi karbon dari sektor militer.

Di bawah Perjanjian Paris, pemerintah tidak diwajibkan untuk melaporkan emisi militernya, dan sebagian besar memang tidak melakukannya. Analisis terbaru dari proyek Military Emissions Gap menunjukkan bahwa sedikit data yang ada bersifat parsial, tidak konsisten, atau sama sekali hilang. “Kesenjangan emisi militer” ini adalah jurang antara apa yang diungkapkan pemerintah dan skala sebenarnya dari polusi militer. Hasilnya jelas: militer sebagian besar tetap tak terlihat dalam negosiasi di Belem, menciptakan titik buta yang berbahaya dalam aksi iklim global.

p>Besarnya titik buta itu sungguh mengejutkan. Militer menyumbang sekitar 5,5 persen emisi global. Bagian ini diproyeksikan akan semakin meningkat seiring melonjaknya belanja pertahanan sementara sektor masyarakat lain melakukan dekarbonisasi. Andaikan militer adalah sebuah negara, mereka akan menjadi penghasil emisi terbesar kelima di dunia, melampaui Rusia dengan 5 persen. Namun, hanya lima negara yang mengikuti pedoman pelaporan sukarela UNFCCC untuk emisi militer, dan itu pun hanya mencakup penggunaan bahan bakar. Realitanya jauh lebih luas: produksi dan pembuangan amunisi, manajemen limbah, serta emisi fugitif dari pendinginan, penyejuk udara, radar, dan peralatan listrik justru diabaikan. Sementara itu, operasi di perairan dan ruang udara internasional sama sekali tidak dilaporkan, meninggalkan celah besar dalam akuntabilitas dan aksi iklim.

MEMBACA  Mengapa Kepedulian Tetap Lebih Penting daripada Kode

Kesenjangan emisi militer semakin melebar ketika kita mempertimbangkan dampak iklim dari konflik bersenjata. Seolah-olah kengerian dan penderitaan manusia akibat perang belum cukup, perang juga menghancurkan ekosistem, meninggalkan warisan beracun di lahan selama beberapa dekade, dan mengakibatkan emisi CO2 yang signifikan, termasuk dari proses rekonstruksi pascakehancuran bangunan dan infrastruktur. Namun, tanpa kerangka kerja yang disepakati secara internasional untuk mengukur emisi konflik, emisi tambahan ini berisiko tidak dilaporkan, yang berarti kita tidak tahu sejauh mana perang menghambat aksi iklim.

Meski demikian, momentum untuk akuntabilitas akhirnya menguat. Hampir 100 organisasi telah menandatangani komitmen inisiatif War on Climate menjelang COP30, dan para pemrotes serta kelompok masyarakat sipil di Belem menuntut UNFCCC untuk menghadapi sumber polusi yang lama diabaikan ini. Pembuat kebijakan pun mulai bergeser. Uni Eropa telah mengambil langkah menuju pelaporan dan dekarbonisasi yang lebih transparan di sektor pertahanan, meski kemajuan ini kini terancam oleh rapid rearmament. Ditambah dengan target baru NATO agar anggotanya menghabiskan 5 persen dari produk domestik bruto untuk militer, komitmen-komitmen ini dapat menghasilkan hingga 200 juta ton CO2 dan memicu kerusakan iklim senilai $298 miliar per tahun, sehingga mengancam tujuan iklim Eropa sendiri.

Hukum internasional memperkuat urgensi dan tuntutan akan akuntabilitas. Opini penasehat monumental dari Mahkamah Internasional baru-baru ini mengingatkan negara-negara bahwa mereka berkewajiban menurut perjanjian iklim untuk menilai, melaporkan, dan memitigasi kerugian, termasuk yang disebabkan oleh konflik bersenjata dan aktivitas militer. Mengabaikan emisi ini tidak hanya meremehkan pemanasan global; hal itu juga menyembunyikan skala krisis dan melemahkan kemampuan dunia untuk mengatasi akar penyebabnya.

Kesenjangan antara rencana pengurangan emisi saat ini dengan yang dibutuhkan untuk tetap di bawah batas 1,5°C masih bersifat catastrophic. Jika para negosiator COP30 menyetujui peta jalan untuk menghapus bahan bakar fosil, langkah selanjutnya akan menentukan apakah hal itu memberikan kemajuan nyata atau hanya bersifat simbolis. Tidak ada satu sektor pun yang bisa bebas dari aksi iklim, dan emisi militer tidak dapat terus disembunyikan.

MEMBACA  Pengadilan militer AS membuka jalan bagi kemungkinan kesepakatan plea untuk tersangka 9/11 | Berita 11 September

Pelaporan wajib atas seluruh emisi militer kepada UNFCCC—mulai dari kegiatan tempur dan pelatihan hingga kerusakan iklim jangka panjang yang ditimbulkan pada komunitas—adalah hal yang esensial. Data tersebut harus menjadi dasar bagi pengurangan yang mendesak dan selaras dengan ilmu pengetahuan, tertanam dalam rencana iklim nasional, serta konsisten dengan batas 1,5°C.

Keamanan tidak boleh datang dengan mengorbankan iklim. Mengatasi perubahan iklim kini menjadi hal yang imperative bagi keselamatan kolektif kita dan kelangsungan hidup planet ini.

Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri dan tidak necessarily mencerminkan kebijakan editorial Al Jazeera.