Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI), Lestari Moerdijat, menekankan sinergi yang kuat antara pergerakan pemuda dan perempuan dalam membentuk moralitas nasional dan mendorong pembangunan.
Dia menyatakan bahwa bulan Oktober memiliki arti khusus sebagai momen bersejarah yang menandai kelahiran dua gerakan nasional besar — Sumpah Pemuda dan Kongres Perempuan yang diinisiasi oleh Kongres Wanita Indonesia (Kowani) pada tahun 1928.
Sumpah Pemuda, yang dideklarasikan pada 28 Oktober 1928, mempersatukan anak muda dari berbagai latar belakang suku, bahasa, dan agama di bawah satu visi: satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa – Indonesia.
Deklarasi ini menjadi fondasi identitas nasional Indonesia dan semangat yang mengobarkan perjuangan kemerdekaan.
Pada tahun yang sama, Kongres Perempuan Indonesia Pertama, diselenggarakan di Yogyakarta dari tanggal 22 hingga 25 Desember 1928, mengumpulkan perempuan dari berbagai daerah dan organisasi untuk memperjuangkan kesetaraan, pendidikan, dan keadilan sosial.
Kongres tersebut menyebabkan pembentukan Kowani sebagai organisasi payung untuk mengkonsolidasikan gerakan perempuan di Indonesia.
Sejak itu, tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia, yang mengakui peran penting perempuan dalam pembangunan bangsa dan perjuangan kemerdekaan.
“Kedua gerakan itu mendorong perubahan yang signifikan yang membuka jalan bagi kemerdekaan Indonesia,” kata Lestari dalam sebuah pernyataan di sini, pada hari Kamis.
Menurut beliau, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya.
Kesetaraan ini juga meluas kepada hak dan kewajiban setiap warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan nasional.
Lestari mendorong generasi muda dan perempuan untuk mewujudkan amanat konstitusi tersebut dengan mengambil peran aktif dalam memajukan bangsa.
Dia menyoroti pentingnya memperkuat kapasitas intelektual dan keterampilan untuk menjawab tantangan zaman seperti disinformasi, pragmatisme, apati, dan kesenjangan sosial.
Lebih jauh, dia menyampaikan harapan agar generasi muda menghadapi tantangan ini dengan mendasarkan sikap mereka pada empat pilar kebangsaan – Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Lestari mengatakan dia yakin bahwa generasi muda memiliki kemampuan untuk menggerakkan masyarakat dan bertindak sebagai motor penggerak pembangunan dalam mewujudkan cita-cita bersama bangsa.
Di era yang ditandai dengan perubahan teknologi yang pesat dan persaingan global, pemuda Indonesia semakin banyak mengambil peran kepemimpinan dalam inovasi, kewirausahaan, aksi iklim, dan industri kreatif.
Demikian juga, perempuan telah menerobos hambatan di berbagai sektor — dari politik dan pendidikan hingga sains, bisnis, dan teknologi — membuktikan bahwa kesetaraan dan pemberdayaan bukan hanya cita-cita namun kenyataan yang membentuk kemajuan bangsa.