Jakarta (ANTARA) – Ribuan pedagang di Jakarta dari berbagai organisasi lintas sektor telah menyatakan penolakan mereka terhadap beberapa pasal dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok. Mereka mengatakan kebijakan ini akan merugikan usaha kecil.
Penolakan ini diformalkan dalam deklarasi bersama yang ditandatangani oleh Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Warteg Merah Putih (Kowarmart), Asosiasi Pedagang Warteg, dan Pandawakarta, sebuah kelompok yang mewakili pedagang kaki lima di Jakarta dan sekitarnya.
Mereka berargumen bahwa beberapa pasal dalam rancangan peraturan itu akan langsung mempengaruhi keberlangsungan usaha skala kecil yang selama ini menopang perekonomian lokal.
Ketua APKLI Ali Mahsun menekankan bahwa ketentuan yang melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan taman bermain, memperluas kawasan tanpa rokok ke pasar tradisional dan modern, melarang penjualan rokok eceran, serta mewajibkan izin khusus akan mengikis penghasilan para pedagang.
Dia mengingatkan Gubernur Jakarta Pramono Anung untuk menepati janji perlindungannya dengan memastikan kebijakan yang memberikan ruang, akses, dan peluang bagi usaha kecil untuk berkembang.
Para pedagang juga menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan kebijakan daerah tetap selaras dengan komitmen pemerintah pusat dalam memberdayakan ekonomi akar rumput.
“Kami berharap Presiden menjamin bahwa peraturan daerah tidak akan bertentangan dengan visi nasional yang memprioritaskan pengusaha kecil,” kata Ali.
Ketua Kowantara Mukroni menambahkan bahwa pelarangan merokok di warung makan lokal seperti warteg akan membawa konsekuensi ekonomi yang signifikan.
Dia memperingatkan bahwa penurunan pendapatan tidak dapat dihindari jika pasal-pasal tersebut diberlakukan.
Data internal Kowantara menunjukkan bahwa sekitar 25.000 warteg di Jabodetabek tutup setelah pandemi COVID-19, hampir setengah dari 50.000 warteg yang pernah beroperasi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Kelompok ini memperingatkan bahwa situasi akan memburuk jika rancangan peraturan itu disahkan tanpa mempertimbangkan dampaknya pada pemilik usaha kecil.