Menteri AHY Mengungkap 2 Kasus Mafia Tanah Bernilai Miliaran di Jawa Timur

Sabtu, 16 Maret 2024 – 20:40 WIB

Surabaya – Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan adanya kasus mafia tanah di Jawa Timur bernilai miliaran rupiah. Kasus tersebut telah diserahkan ke Kejaksaan oleh Satuan Tugas Mafia Tanah Kepolisian Daerah Jawa Timur dan telah dinyatakan P21.

“Terdapat berkas perkara yang sudah P21 atau lengkap sebanyak dua kasus di Banyuwangi dan Pamekasan dengan jumlah lima orang tersangka,” kata AHY di Markas Polda Jatim di Surabaya, Sabtu, 16 Maret 2021.

Dua kasus tersebut telah menyeret lima orang sebagai tersangka. AHY menjelaskan, kasus di Banyuwangi berkaitan dengan penggunaan surat kuasa palsu dalam proses pemisahan sertifikat di kantor pertanahan setempat.

Dari kasus ini, ada 1.200 sertifikat palsu yang saat ini ditahan di kantor pertanahan Banyuwangi. Kerugian hingga mencapai Rp17 miliar lebih. “Dengan luas tanah 14.250 meter persegi. Potensi kerugian negara dari BPHTB dan PPH sebesar Rp506 juta,” ujar AHY.

Kepala Satgas Nanti Mafia Tanah Brigadir Jenderal Polisi Arif Rachman mengadakan, pengungkapan kasus di Banyuwangi berdasarkan laporan dari Polres Banyuwangi dan Polres Pamekasan. Di Banyuwangi kejadiannya pada Januari 2023 dengan korban AKR selaku ahli waris.

Polisi merilis kasus mafia tanah di Markas Polda Jatim

Kasus itu bermula ketika korban hendak mengajukan proses pemisahan sertifikat dengan menggunakan jasa P (54 tahun) sebagai calo. P kemudian memproses, namun kemudian terungkal bahwa surat kuasa yang digunakannya adalah palsu.

P kemudian meminta bantuan PDR (34) untuk menunjukkan batas tanah kepada petugas BPN, kemudian membuat Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta melengkapi persyaratan secara online dan menjadi saksi Akte Jual Beli (AJB). Padahal, pemilik tanah sudah meninggal dunia.

MEMBACA  Upbit Mendorong Peningkatan Tata Kelola Perusahaan dalam Industri Blockchain Indonesia

Ahli waris sendiri tidak mengetahui proses pemisahan tersebut. “Potensi kerugiannya Rp17,769 M. Selain itu penting bagi kami rusaknya data di Kantor Pertanahan yang harusnya jadi aset pemda tidak terealisasi,” tandan Brigjen Arif.

P dan PDR sudah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya dijerat Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP tentang membuat, memalsu dan atau menggunakan surat palsu dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara.

“Sedangkan kasus Pamekasan, di mana fakta terhadap objek perkara terbit SHM 476 atas nama D. Tersangka 3 orang sedang diproses di Kejari Pamekasan. Ada bukti dokumen dan beberapa pendukung,” kata Arif.

Dalam kasus tersebut terdapat tiga orang tersangka bernisial B (57), MS (53), dan S (51) asal Pamekasan. Ketiganya berperan sebagai makelar dengan korban bernisial D. Tersangka S sendiri saat ini diketahui sudah meninggal dunia.

Kasus ini berkembang di tanah seluas 1.418 meter persegi dengan sertifikat tanah atas nama D. Terhadap tanah tersebut, almarhum S membuat dokumen palsu untuk mengajukan permohonan SHM ke Kantor Pertanahan Pamekasan lalu terbit SHM 02559 atas nama S dengan luas 1.408 meter persegi tahun 2020 lalu.

Dalam praktiknya, almarhum S bersama tiga tersangka menjual tanah tersebut dengan harga Rp1,3 miliar kepada Rudy Darmanto. Hal tersebut menimbulkan kerugian bagi D.

Dari hasil penjualan tersebut, tersangka mendapat keuntungan Rp675 juta yang dibagi tiga. Rinciannya, B mendapat Rp45 juta, MS mendapat Rp615 juta, dan S mendapat Rp15 juta.

Ketiga tersangka dijerat Pasal 385 ayat 1 e KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang turut serta menjual tanah padahal diketahuinya yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain dengan ancaman 4 tahun penjara.

Halaman Selanjutnya
P kemudian meminta bantuan PDR (34) untuk menunjukkan batas tanah kepada petugas BPN, kemudian membuat Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta melengkapi persyaratan secara online dan menjadi saksi Akte Jual Beli (AJB).

MEMBACA  Pengacara Rektor UP Mengungkap Laporan Penganiayaan sebagai Kejadian yang Tidak Nyata