Presiden Donald Trump menyatakan bahwa pasukan AS telah melaksanakan ‘serangan kinetik mematikan’ terhadap sebuah kapal yang diklaimnya sedang melakukan perdagangan narkoba. Serangan tersebut menewaskan tiga ‘narkoteroris pria’ yang berada di dalam kapal.
Trump menyebutkan bahwa dia yang memerintahkan serangan terhadap kapal tersebut, yang berada di dalam wilayah tanggung jawab Komando Selatan AS, setelah intelijen AS mengkonfirmasi kapal tersebut memang membawa narkoba. Ini merupakan serangan ketiga yang serupa terhadap kapal-kapal dugaan narkoba dalam beberapa pekan terakhir.
Dalam pernyataannya di Truth Social pada Jumat, Trump menyebutkan serangan terjadi di perairan internasional. Wilayah tanggung jawab Komando Selatan AS mencakup sebagian besar Amerika Selatan dan Karibia.
Dua serangan sebelumnya telah menewaskan total 14 orang di kapal-kapal yang diduga berasal dari Venezuela. Presiden Venezuela Nicolás Maduro sebelumnya telah mengutuk serangan-serangan ini dan menyatakan negaranya akan membela diri dari ‘agresi’ AS.
Postingan Trump pada Jumat malam merefleksikan pengumuman-pengumuman serupa sebelumnya. Postingan tersebut menampilkan sebuah video yang memperlihatkan kapal sedang berlayar di atas air, dan beberapa detik kemudian meledak serta terbakar.
“Atas perintah saya, Menteri Perang memerintahkan serangan kinetik mematikan terhadap sebuah kapal yang berafiliasi dengan Organisasi Teroris yang Ditunjuk yang melakukan perdagangan narkoba di wilayah tanggung jawab USSOUTHCOM,” ujar Trump.
“Intelijen mengonfirmasi bahwa kapal tersebut sedang mengangkut narkotika ilegal, dan sedang transit di sepanjang jalur perdagangan narkoba yang dikenal dalam perjalanan untuk meracuni warga Amerika,” tulisnya.
“Tidak ada pasukan AS yang cedera dalam serangan ini. BERHENTI MENJUAL FENTANYL, NARKOTIKA, DAN OBAT-OBATAN ILEGAL DI AMERIKA, SERTA MELAKUKAN KEKERASAN DAN TERORISME TERHADAP WARGA AMERIKA!!!”
Para ahli hukum sebelumnya mengatakan kepada BBC bahwa serangan mematikan terhadap kapal pertama di perairan internasional mungkin telah melanggar hukum maritim dan hak asasi manusia internasional.