Generasi Z Berbagi Trik Kreatif untuk Bertahan di Pekerjaan Toksik: Mulai dari CC ke Pengacara Palsu hingga Kepatuhan yang Malisius

Generasi Z di Tempat Kerja: Tips Tak Biasa untuk Bertahan di Lingkungan Beracun

Alih-alih mengeluh ke HR, banyak anak muda sekarang cari saran di TikTok soal cara "jaga kedamaian" di kantor.

"Kasih tau trik paling gila buat bertahan di kerjaan toxic," tulis salah satu pengguna TikTok, @lifeandworkbutbetter, di video yang udah diliat 6 juta kali. "Bukan cuma ‘atur batasan’ atau ‘catat semuanya’, tapi hal ekstrem yang pernah kalian lakuin biar tetap waras."

Salah satu trik favorit Gen Z? Malicious compliance—ikutin perintah bos persis seperti yang diucapkan, meski tau itu bakal bikin kerja nggak efisien atau malah merugikan. Ini cara protes pasif-agresif yang kurang dramatis dibanding keluar kerja, tapi sama-sama berdampak.

"Pas kantor suruh isi timesheet produktivitas, kami semua sepakat buat malicious compliance," komentar satu pengguna. "Ada yang nulis, ‘8:01, gantung jaket, 8:05, ganti pembalut.’"

"Gue lakuin persis apa yang bos suruh, kata per kata," tulis yang lain. "Kalau nggak dijelasin detail, ya gue nggak kerjain. Malicious compliance."

Panduan Gen Z Bertahan di Dunia Kerja: Trik Mel Robbins, Pura-pura Lawyer, dan "Revenge Quitting"

Selain malicious compliance, Gen Z juga pakai metode kayak "Let Them" dari Mel Robbins, "Gray Rock" (abaikan kerjaan atau orang yang bikin stres), atau bahkan nambahin email palsu lawyer klien susah.

"Gue bayangin kita semua karakter di serial kayak The Office," canda satu pengguna. "Mereka itu karakter yang emang harus dibenci penonton, jadi gue cuma ngeliat kamera aja."

"Gue mulai boongin soal diri sendiri wkwk," komentar yang lain. "Gue kasih cerita beda-beda ke orang berbeda. Kalau ada yang konfrontasi karena ceritanya nggak nyambung, artinya mereka ngomongin gue belakangan."

MEMBACA  Judul: Penurunan ekspor barang hilir dapat memperkuat nilai rupiah: pemerintah (Didesain secara visual menarik dengan tata letak yang rapi dan profesional)

Nggak semua Gen Z cuma protes diam-diam. Banyak juga yang lebih vokal, bahkan sampe "revenge quitting" (keluar kerja dengan cara dramatis biar perusahaan rugi).

Ini cermin betapa banyak Gen Z yang nggak puas sama manajemen di kantor. Dengan minimnya jaminan kerja, biaya hidup tinggi, dan sedikit pilihan menarik, mereka merasa terjebak—dan trik-trik ini jadi cara mereka bertahan.

Meski baru mulai kerja, Gen Z nggak takut berhenti kalau kesehatan mental mereka terganggu. Bagi perusahaan, pesannya jelas: kalau nggak kasih fleksibilitas, perkembangan, dan hormati batasan pribadi, turnover bakal makin tinggi.

Hampir 60% Gen Z anggap kerjaan mereka cuma "situationship"—kerja sementara yang nggak rencanakan buat lama. Hampir setengahnya rencanakan keluar dalam setahun, dan seperempatnya siap berhenti kapan aja.

Trik Gen Z Bisa Merusak Masa Depan Karier

Ben Granger, psikolog kerja di Qualtrics, bilang meski lingkungan kerja toxic, cara Gen Z ngatasin—kayak protes pasif-agresif atau balas dendam—bisa merusak reputasi mereka.

Ada kecenderungan psikologis (fundamental attribution error) di mana orang nganggap tindakan seseorang mencerminkan kepribadiannya, bukan lingkungannya.

"Kalau employer punya persepsi itu, dampaknya bisa parah," kata Granger.

Meski Gen Z sering ingin tantang status quo dan berkontribusi, rasa frustrasi bisa meningkat kalau ide mereka ditolak. Granger sarankan atur ekspektasi realistis pas interview kerja dan hadapi tantangan dengan cara produktif.

"Frustrasi itu wajar, tapi beda sama respons yang nggak produktif," jelasnya. "Tanya diri sendiri: apa respons paling produktif yang bisa dilakukan?"

"Inget, pas interview kerja, bukan cuma perusahaan yang ngevaluasi lo—lo juga ngevaluasi mereka," tambah Granger. "Mulai atur ekspektasi untuk diri sendiri dan calon employer lo."