Mahkamah Konstitusi membatalkan ambang batas presiden dalam UU Pemilu

Mahkamah Konstitusi Indonesia memutuskan untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dalam pemilihan mendatang setelah menemukan bahwa Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan, yang mengatur ambang batas tersebut, tidak konstitusional.

Ketua Mahkamah Agung Suhartoyo membacakan putusan tersebut, yang memihak pada para penggugat, dalam sidang di sini pada hari Kamis. Dua hakim, Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh, tidak setuju dengan pendapat mayoritas.

Pasal 222 dari undang-undang, yang digugat oleh para penggugat, menetapkan bahwa sebuah partai atau koalisi partai harus mendapatkan minimal 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara rakyat secara nasional untuk mencalonkan kandidat dalam pemilihan presiden.

Hakim Saldi Isra menjelaskan putusan mahkamah dengan menyatakan bahwa Konstitusi Indonesia memberikan hak kepada partai politik untuk mencalonkan kandidat presiden dan wakil presiden dalam pemilihan.

Dalam konteks ini, mahkamah melihat upaya untuk “meringankan partai politik” dengan menggunakan hasil pemilihan legislatif sebelumnya untuk membatasi kandidat presiden merupakan ketidakadilan terhadap partai politik lain.

” Dengan menggunakan hasil dari pemilihan legislatif sebelumnya (untuk menentukan ambang batas presiden), partai politik baru yang terdaftar dalam pemilihan akan kehilangan hak konstitusi mereka untuk menamai kandidat presiden-wakil presiden,” jelas Isra.

Hakim tersebut menyatakan bahwa menetapkan ambang batas presiden dalam pemilihan tidak efektif membatasi jumlah partai politik yang berpartisipasi. Selain itu, ambang batas tersebut ditetapkan tanpa rasionalitas yang kuat atau perhitungan yang dapat dibenarkan.

” Akan sulit bagi partai politik untuk menetapkan persentase ambang batas tanpa menyebabkan prasangka konflik kepentingan,” tambahnya.

Isra juga mengatakan bahwa mahkamah mengamati bahwa kekuatan politik di Indonesia cenderung memilih pemilihan presiden “dengan hanya dua pasangan kandidat,” yang, tanpa upaya perbaikan, dapat menyebabkan polarisasi yang memecah belah bangsa.

MEMBACA  Awak Kapal Terkejut Menemukan Mayat Mengapung di Pelabuhan Benoa, Ada Kartu Kereta Api

Oleh karena itu, mahkamah memutuskan untuk meninggalkan putusan sebelumnya mengenai ambang batas presiden dengan “justifikasi yang kuat dan berprinsip” dan sekarang memutuskan untuk memihak pada mosi para penggugat untuk menghapusnya.

Para penggugat adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga di Yogyakarta – Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna – yang semuanya berasal dari Fakultas Syariah dan Hukum.

Berita terkait: Anies berencana membentuk partai baru setelah melewatkan Pilkada Indonesia
Berita terkait: Dinamika politik menyebabkan Kaesang keluar dari perlombaan Jawa Tengah

Penerjemah: Fath Putra Mulya, Nabil Ihsan
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Hak cipta © ANTARA 2025