Studi Pertukaran Diet Mengungkapkan Bahaya Makanan Ultra-Proses dalam Menggagalkan Penurunan Berat Badan

Jika Anda butuh alasan lagi untuk kurangi makanan ultra-proses, studi baru hari ini ungkap bahwa orang lebih banyak turun berat badan saat konsumsi makanan minim proses dibanding diet serupa secara nutrisi tapi ultra-proses.

Dalam uji coba 6 bulan oleh ilmuwan University College London, peserta dibagi ke dua kelompok diet selama 8 minggu, diselingi istirahat 4 minggu sebelum beralih ke diet lain. Hasilnya, berat badan turun lebih signifikan dengan diet minim proses, termasuk lemak tidak sehat. Temuan yang dipublikasikan di Nature Medicine menyebut diet ultra-proses memicu hasrat makan berlebih.

Meski ada debat soal definisi makanan ultra-proses, umumnya meliputi produk yang melalui banyak pemrosesan industri seperti sosis, permen, atau soda. Bukti menunjukkan diet tinggi makanan ultra-proses kurang sehat dibanding whole foods, bahkan bisa tingkatkan risiko penyakit. Namun, kebanyakan penelitian hanya tunjukkan korelasi, bukan sebab-akibat langsung. Uji klinis seperti ini sulit dilakukan karena faktor pendanaan, kata peneliti.

"Uji klinis mahal, dan pendanaan untuk riset gizi masih terbatas," ungkap Sam Dicken, penulis studi dari UCL, kepada Gizmodo. "Kami beruntung dapat dana gabungan dari LSM dan badan medis."

Studi melibatkan 55 relawan dewasa yang mencoba kedua diet secara bergantian, masing-masing 8 minggu. Kedua diet dirancang sesuai rekomendasi gizi Inggris, jadi perbedaannya bukan pada nutrisi. Misalnya, sarapan sereal ultra-proses dibandingkan overnight oats minim proses.

Semua peserta turun berat badan, tapi hasil diet minim proses lebih baik: rata-rata 2% bobot awal vs. 1% pada diet ultra-proses. Mereka juga kehilangan lebih banyak lemak visceral—lemak berbahaya di sekitar organ perut.

Dicken menekankan pentingnya pedoman gizi pemerintah, tapi studi ini juga tunjukkan bahwa diet minim proses lebih efektif untuk turunkan berat badan. Salah satu dugaan penyebabnya: makanan ultra-proses punya tekstur lebih lembut, rasa lebih kuat, dan kemasan menarik, sehingga memicu hasrat makan.

MEMBACA  Presiden Xi Jinping dan Vladimir Putin Hadir dalam KTT Virtual BRICS Bahas Kebijakan Tarif Trump, PM Modi Tidak Hadir

Tim peneliti sudah mulai studi lanjutan untuk kurangi konsumsi makanan ultra-proses lewat program dukungan perilaku. Namun, Dicken ingatkan bahwa perubahan pola makan massal butuh transformasi sistemik, bukan sekadar menyalahkan individu.

"Diperlukan kebijakan yang perbaiki lingkungan makanan tidak sehat dan hilangkan beban tanggung jawab individu, agar diet sehat terjangkau untuk semua," tegasnya.