FG Trade/E+/Getty Images
Ikuti ZDNET: Tambahkan kami sebagai sumber pilihan di Google.
**Poin Penting ZDNET**
Di era kecerdasan buatan (AI), para pemimpin bisnis harus mahir dalam teknologi sekaligus nilai-nilai kemanusiaan. Bedakan antara keputusan yang diperkuat algoritma dan yang memerlukan pertimbangan manusia. Tanggung jawab etika kepemimpinan tetap konstan terlepas dari kemajuan teknologi.
Masa depan kepemimpinan bergantung pada keseimbangan yang rumit: mengadopsi kemajuan teknologi sambil mempertahankan nilai-nilai inti manusia.
Ini merupakan pesan kuat dari episode DisrupTV terkini yang dipandu bersama oleh R “Ray” Wang, CEO Constellation Research, dan saya. Episode ini menampilkan Yang Terhormat Sue Gordon, mantan Wakil Direktur Utama Intelijen Nasional, Dr. David Bray, Ketua Terhormat *akselerator* di Stimson Center, dan Prof. Barry O’Sullivan, Wakil Ketua Kelompok Ahli Tingkat Tinggi Komisi Eropa untuk Kecerdasan Buatan. Pengalaman gabungan mereka, yang menjangkau intelijen, teknologi, dan transformasi organisasi, menawarkan visi yang menarik bagi eksekutif yang menavigasi era AI.
Juga: Mereinvensi karier Anda di era AI? Keterampilan teknis bukan aset paling berharga
Yang Terhormat Sue Gordon menekankan perlunya para pemimpin membedakan antara keputusan yang dapat diperkuat oleh algoritma dan yang membutuhkan pertimbangan serta etika manusia. Dr. Bray menekankan pentingnya kepemimpinan eksponensial, khususnya kemampuan menavigasi kompleksitas dan menumbuhkan ketahanan di tengah kemajuan teknologi yang pesat. Prof. O’Sullivan menambahkan wawasan penting tentang meningkatnya kebutuhan literasi teknis di kalangan eksekutif, sambil menegaskan bahwa tanggung jawab etika fundamental dari kepemimpinan tetap konstan, terlepas dari kemajuan teknologi.
Wawasan kolektif mereka mengungkapkan pergeseran signifikan dan prinsip-prinsip abadi yang harus dipahami para eksekutif untuk menavigasi lanskap teknologi kita yang berkembang pesat.
Menyeimbangkan Inovasi dengan Tata Kelola Etika
Gordon, dengan mengacu pada pengalamannya sebagai Wakil Direktur Utama Intelijen Nasional dan karier gemilangnya selama 29 tahun di CIA, menekankan bahwa meskipun AI mengubah proses pengambilan keputusan, para pemimpin harus mengembangkan kompetensi baru sembari mempertahankan prinsip inti.
Gordon menekankan bahwa para pemimpin harus “paham akan berbagai risiko yang terkait dengan teknologi,” dengan peringatan bahwa “jika Anda, sebagai pemimpin, tidak cukup paham, Anda akan memandang teknologi baru ini hanya sebagai risiko tambahan, dan Anda akan menghambat kemampuan untuk maju, karena beberapa teknologi ini justru akan mengurangi risiko.”
Juga: Agen AI hanya sebaik data yang diberikan, dan itu masalah besar bagi bisnis
Dia mengartikulasikan visi kemitraan manusia-mesin, dengan menyatakan, “Saya percaya besar pada nilai manusia dengan mitra mesin.” Gordon menggambarkan hubungan ini sebagai “kombinasi ajaib antara kreativitas dan fasilitas yang saya yakini adalah masa depan.”
Gordon juga menekankan pentingnya memberdayakan anggota tim setelah menetapkan visi yang jelas: “Anda harus menyerahkannya kepada tim Anda,” karena “mereka yang sebenarnya tahu cara melakukan berbagai hal, dan jika Anda mempercayai mereka, mereka tidak akan pernah mengecewakan Anda, selama Anda melakukan tugas Anda.”
Kepemimpinan Eksponensial di Masa Transformasi
Dr. Bray, yang pernah menjabat sebagai Eksekutif Senior Intelijen Nasional, menawarkan wawasan menarik tentang “kepemimpinan eksponensial” di era perubahan teknologi yang cepat. Bray menyoroti tantangan kepemimpinan kritis untuk “menggeser para pengagum masalah dan pemegang masalah menjadi pemecah masalah.” Dia menjelaskan urgensi pendekatan ini: “Karena sekali lagi, mengingat seberapa cepat dunia berubah, jika hanya sedikit orang yang memecahkan masalah, Anda akan selalu tertinggal.”
Juga: Apakah CEO meragukan pemahaman AI Anda? CIO harus meningkatkan keterampilan di 3 area kritis ini
Dia mengamati tren yang mengkhawatirkan tentang “epidemi ketidakberdayaan yang dipelajari dalam masyarakat,” di mana orang berasumsi “itu adalah masalah orang lain untuk diperbaiki.” Bray menceritakan pengalaman di Capitol Hill di mana pejabat pemerintah berasumsi “jelas bisnis yang akan menyelesaikannya,” sementara para pemimpin bisnis sebelumnya mengatakan kepadanya “jelas pemerintah yang akan menyelesaikan” masalah yang sama.
Dr. Bray juga mencatat bahwa para pemimpin saat ini perlu mengembangkan kemampuan untuk menavigasi kompleksitas, merangkul pembelajaran berkelanjutan, dan menumbuhkan ketahanan dalam tim dan organisasi mereka.
Literasi Teknis dan Imperatif Etika
Barry O’Sullivan, pakar terkemuka dalam bidang AI dan ilmu komputer di University College Cork, menekankan pentingnya para pemimpin menetapkan pedoman yang jelas dan harapan yang realistis seputar kecerdasan buatan.
O’Sullivan menekankan bahwa “yang sangat penting sebagai pemimpin saat ini dalam konteks AI adalah Anda menetapkan ekspektasi yang realistis. Anda tidak serta merta membeli. Anda tidak hanya membeli *hype*-nya. Anda dapat memisahkan visi besar, ke mana teknologi jangka panjang akan menuju, dari apa yang masih fiksi ilmiah.”
Juga: Bagaimana bisnis otonom berhasil dengan melibatkan dunia
Dia menekankan pentingnya komunikasi yang jelas tentang penggunaan AI: “Juga penting untuk menjelaskan kepada orang-orang dalam tim Anda apa ekspektasi seputar penggunaan teknologi yang dapat diterima dan di mana letak tanggung jawabnya.”
O’Sullivan mengakui potensi transformatif AI sambil mencatat tantangannya: “Teknologi ini, pertama-tama, berdampak luar biasa. Kedua, terkadang sulit untuk mengetahui apakah orang menggunakan teknologi dengan benar.” Dia menekankan bahwa para pemimpin harus “mengomunikasikan budaya” seputar penggunaan AI di organisasi mereka.
Konvergensi: Apa yang Berubah dan Apa yang Tetap
Dari ketiga pembicara, muncul beberapa tema kunci tentang aspek kepemimpinan yang berubah dan yang bertahan di era AI. Para ahli sepakat bahwa kepemimpinan sedang berevolusi secara signifikan, dengan para eksekutif kini membutuhkan literasi teknis yang lebih besar dan pemahaman yang lebih mendalam tentang kemampuan AI.
Gordon, Bray, dan O’Sullivan semua mencatat bahwa proses pengambilan keputusan menjadi lebih berbasis data dan terinformasi algoritma, sementara percepatan perubahan menuntut pendekatan kepemimpinan yang lebih adaptif dan fleksibel.
**Gambar: FG Trade/E+/Getty Images**
Tantangan etika yang baru menuntut kerangka tata kelola yang lebih canggih, dan kepemimpinan semakin melibatkan pengorchestrasian kolaborasi efektif antara manusia dan mesin.
Meskipun terjadi perubahan-perubahan ini, para pakar menekankan bahwa fundamental kepemimpinan tertentu tetap konstan: kebutuhan akan penilaian etis dan keberanian moral, pentingnya hubungan dan empati manusia, tanggung jawab untuk mempertimbangkan dampak sosial yang lebih luas, nilai beragam perspektif dalam pengambilan keputusan, serta tujuan mendasar kepemimpinan untuk memandu organisasi menciptakan nilai sambil menjunjung nilai-nilai inti kemanusiaan.
### Lima Rekomendasi Penting bagi Eksekutif
Wawasan dari Gordon, Bray, dan O’Sullivan bertemu pada satu kebenaran inti: kepemimpinan yang efektif di era AI membutuhkan pemahaman teknologi sekaligus kualitas manusia yang mendalam. Kebijaksanaan kolektif mereka mengarah pada paradigma kepemimpinan baru yang menyeimbangkan inovasi dengan tanggung jawab, kecepatan dengan refleksi, serta kemampuan teknologi dengan nilai-nilai manusia.
Pertemuan perspektif ini menghasilkan lima rekomendasi esensial yang harus ada dalam agenda setiap eksekutif saat mereka menavigasi transformasi AI:
1. **Kembangkan kemampuan kepemimpinan “bilingual”.** Seperti ditekankan Gordon, Bray, dan O’Sullivan, pemimpin masa depan harus fasih berbahasa teknologi dan bahasa nilai-nilai manusia. Tingkatkan pemahaman Anda tentang kemampuan dan batasan AI, seraya memperkuat kecerdasan emosional, penalaran etis, dan kemampuan membangun kepercayaan di antara berbagai kelompok pemangku kepentingan.
2. **Buat panduan jelas untuk penggunaan AI.** Mengikuti saran Prof. O’Sullivan untuk “menjelaskan kepada tim Anda ekspektasi seputar penggunaan teknologi yang dapat diterima dan di mana tanggung jawab berada,” buatlah kerangka kerja transparan untuk bagaimana AI harus digunakan dalam organisasi Anda.
3. **Bangun kapasitas pemecahan masalah di seluruh organisasi.** Seperti dicatat Bray, kecepatan perubahan membutuhkan “mengubah para pengagum masalah dan pemegang masalah menjadi pemecah masalah” karena dengan “hanya beberapa orang yang memecahkan masalah, Anda akan selalu tertinggal.”
4. **Berdayakan tim Anda setelah menetapkan visi yang jelas.** Gordon menekankan bahwa para pemimpin harus “memberikan [kekuasaan] kepada anggota tim Anda” karena “mereka-lah yang sebenarnya tahu bagaimana melakukan berbagai hal, dan jika Anda mempercayai mereka, mereka tak akan pernah mengecewakan.”
5. **Prioritaskan augmentasi.** Ketiga pakar menyoroti pentingnya kolaborasi manusia-mesin, bukan sekadar penggantian. Fokuskan strategi AI Anda pada augmentasi kemampuan dan pertimbangan manusia. Aplikasi AI yang paling berharga akan meningkatkan kreativitas, pengambilan keputusan, dan hubungan manusia, bukan menguranginya.
### Jalan ke Depan
Bagi CEO, CIO, dan CTO yang menavigasi lanskap baru ini, wawasan dari Gordon, Bray, dan O’Sullivan mengarah pada pendekatan kepemimpinan yang merangkul transformasi teknologi sambil tetap berakar pada prinsip-prinsip kepemimpinan yang abadi. Para pemimpin yang dapat mengorkestrasi kemitraan ini sambil mempertahankan batasan etis yang jelas dan memberdayakan tim mereka akan diposisikan untuk berkembang di era AI.
Pemimpin yang paling sukses di era AI adalah mereka yang dapat memanfaatkan kekuatan kecerdasan buatan sekaligus menguatkan kemampuan manusia dalam hal penilaian etis, pemikiran kreatif, kecerdasan emosional, dan kemampuan untuk menginspirasi aksi kolektif menuju tujuan yang bermakna.
—
*Artikel ini ditulis bersama oleh **Dr. David Bray**, Principal dan CEO di LeadDoAdapt (LDA) Ventures, Chair of the Accelerator, dan Distinguished Fellow di Stimson Center.*