Mungkin belum ada teleskop yang mampu mengungkap semua misteri lubang hitam supermasif, tapi AI kini turut terlibat. Baru-baru ini, tim astronom internasional berhasil melatih jaringan saraf dengan jutaan simulasi lubang hitam agar dapat menganalisis data kabur yang ditangkap dari objek luar angkasa misterius ini di dunia nyata.
Dari berbagai metode untuk meneliti lubang hitam, Event Horizon Telescope (EHT) adalah yang paling terkenal. EHT bukan satu instrumen tunggal, melainkan sekumpulan teleskop radio di seluruh dunia yang bekerja sama seperti satu teleskop raksasa. Berkat EHT, gambar lubang hitam supermasif M87 dan Sagittarius A* berhasil didapatkan. Ini bukan gambar dalam arti biasa, melainkan visualisasi gelombang radio yang berasal dari lubang hitam.
Untuk membuat gambar ini, superkomputer di berbagai belahan dunia memproses sinyal radio yang ditangkap EHT. Namun, dalam prosesnya, banyak informasi yang dibuang karena sulit diinterpretasi. Jaringan saraf baru yang dilatih para ahli di Morgridge Research Institute di Wisconsin bertujuan memanfaatkan data yang terbuang itu untuk meningkatkan resolusi pembacaan EHT dan menemukan hal-hal baru.
Menurut siaran pers dari lembaga tersebut, kecerdasan buatan ini berhasil menganalisis informasi yang sebelumnya diabaikan dan menetapkan parameter baru Sagittarius A*, yang berada di pusat Bima Sakti. Gambar alternatif struktur lubang hitam dihasilkan, mengungkap beberapa karakteristik baru.
“Para peneliti kini menduga lubang hitam di pusat Bima Sakti berputar hampir pada kecepatan maksimum,” tulis mereka dalam siaran pers. Gambar baru ini juga menunjukkan bahwa sumbu rotasi lubang hitam mengarah ke Bumi dan memberi petunjuk tentang penyebab serta ciri-ciri piringan materi yang mengelilinginya.
Sebelumnya, astronom memperkirakan Sagittarius A* berotasi dengan kecepatan sedang hingga cepat. Mengetahui kecepatan putar sebenarnya penting, karena membantu memprediksi perilaku radiasi di sekitarnya dan memberi petunjuk tentang kestabilannya.
“Menggugat teori yang berlaku tentu menyenangkan,” kata peneliti utama Michael Janssen dari Radboud University Nijmegen di Belanda. “Namun, saya melihat pendekatan AI dan pembelajaran mesin kami sebagai langkah awal. Selanjutnya, kami akan menyempurnakan model dan simulasi terkait.”
Artikel ini pertama kali muncul di WIRED en Español dan telah diterjemahkan dari bahasa Spanyol.