Bersiaplah Menyambut Kemunculan “Kawanan” Robot dan Kecerdasan Buatan

Skala merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh revolusi kecerdasan buatan dan robotika saat ini. Persoalannya adalah, bagaimana kita akan membangun seluruh infrastruktur yang diperlukan untuk berbagai alat otonom ini? Salah satu jawaban yang akan semakin sering kita dengar adalah: *swarm* (kawanan). Sementara OpenAI dan perusahaan-perusahaan AI besar lainnya terus membangun pusat data terpusat yang bernilai miliaran dolar, pendekatan yang lebih terdesentralisasi mulai berkembang.

The Register baru-baru ini mengangkat salah satu perusahaan yang menerapkan pendekatan *swarm* untuk AI, dan rupanya menghasilkan beberapa hasil yang mengesankan. Perusahaan startup Fortytwo menerbitkan tolok ukur yang menunjukkan bahwa pendekatan mereka dalam menjalankan model AI kecil di komputer pribadi berhasil mengungguli beberapa model terbaru dalam tes penalaran. Mereka mengklaim hasil yang lebih baik daripada GPT-5 milik OpenAI, Gemini 2.5 Pro milik Google, Claude Opus 4.1 dari Anthropic, dan DeepSeek R1.

Teori perusahaan ini, yang tampaknya terbukti dalam hasilnya, cukup sederhana: model AI besar dapat terjebak dalam lingkaran penalaran ketika diberikan tugas yang kompleks. Sementara itu, model yang lebih kecil tidak hanya membatasi spiral kematian penalaran tersebut, tetapi juga menyediakan berbagai jawaban yang dapat diberi peringkat untuk menemukan jawaban terbaik. Hal ini, secara teori, dapat dilakukan dengan mendistribusikan tugas komputasi ke banyak perangkat alih-alih dilakukan di satu pusat data tunggal—mirip dengan cara *cryptocurrency* membagikan tugas komputasi untuk mencatat transaksi ke banyak mesin yang berbeda. Sesuai dengan konsepnya, perusahaan ini menawarkan imbalan berbasis *crypto* kepada individu yang membuat model khusus dan menjalankannya sebagai bagian dari kawanan.

Hal serupa berkembang di bidang robotika, menurut Wall Street Journal, yang baru-baru ini menyoroti penelitian yang menunjukkan bagaimana robot dapat beroperasi dengan semacam komunikasi menyerupai koloni, yang memungkinkan mereka bekerja sebagai kecerdasan kolektif. Para peneliti menyarankan model semacam ini dapat digunakan dalam situasi seperti pemantauan kebakaran hutan, di mana kawanan drone ditugaskan untuk mengidentifikasi potensi kebakaran. Jika satu drone gagal berfungsi, drone lainnya akan mengidentifikasi bahwa drone tersebut jatuh dan mengambil alih tugasnya. Contoh lain yang diajukan para peneliti adalah pengembangan robot mikroskopis yang dapat bekerja sama untuk melakukan hal-hal seperti mengantarkan obat di dalam tubuh manusia atau membersihkan penyumbatan tanpa memerlukan pembedahan. Contoh terakhir ini rupanya bukan teoretis: para peneliti menggunakan robot magnetik kecil untuk membentuk rantai yang mendorong sebagai satu unit guna membersihkan penyumbatan di pembuluh darah buatan.

MEMBACA  Idaho dan New York Memanfaatkan $6.1 Miliar dalam Hibah Pemerintah untuk Pabrik Chip Baru

Gagasan dasar di balik penelitian ini adalah bahwa mesin-mesin ini dapat sangat sederhana tetapi melakukan tugas yang lebih kompleks ketika beroperasi bersama-sama. Para peneliti menyelesaikan sebuah eksperimen di mana sekawanan robot yang hanya mampu melakukan tiga kemampuan—bergerak maju, mengeluarkan suara, dan mendengarkan tetangganya—dapat terhubung dan menavigasi di sekitar rintangan dengan cara yang tidak dapat mereka lakukan sendiri. Rupanya, pepatah lama, “dua kepala lebih baik daripada satu,” juga berlaku untuk AI dan robot.