Kecerdasan Buatan menjanjikan masa depan dengan produktivitas dan kekayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, bagi Senator Bernie Sanders, pertanyaan krusial bukanlah apakah teknologi ini akan mengubah dunia, melainkan siapa yang akan diuntungkan dari perubahan tersebut. Sebagai pejuang hak pekerja seumur hidup, Sanders memandang kemajuan pesat AI bukan hanya sebagai revolusi teknologi, tetapi juga sebagai medan pertempuran utama berikutnya dalam melawan keserakahan korporat dan ketimpangan.
Dalam percakapan dengan Gizmodo, senator dari Vermont itu—yang mengaku baru berbicara dengan salah satu ahli AI terkemuka di dunia—menyampaikan kekhawatirannya bahwa teknologi ini akan digunakan untuk menekan upah, melemahkan serikat pekerja, dan semakin memperkaya kelas miliarder. Ia juga membagikan kegelisahannya tentang dampak AI terhadap kesehatan mental kolektif serta membahas "skenario kiamat" yang membuat para pemikir terkemuka di industri ini khawatir bahwa manusia bisa kehilangan kendali atas ciptaannya sendiri.
Percakapan ini telah disunting untuk kejelasan dan diformat dalam bentuk tanya-jawab. Semua kutipan bersifat verbatim dan tidak diubah.
—
Gizmodo: Senator, Anda lama memperjuangkan martabat pekerja. Dalam ekonomi yang semakin dibentuk oleh AI, menurut Anda apa definisi baru dari pekerjaan yang bermakna?
Sen. Sanders: Itu pertanyaan yang sangat bagus, dan saya tidak yakin bisa memberi jawaban yang cerdas saat ini. Tapi begini: Yang menurut saya sering luput dalam diskusi soal AI adalah apa yang terjadi selama 50 tahun terakhir—peningkatan besar produktivitas pekerja, tetapi hampir semua manfaatnya dinikmati korporasi dan perusahaan pengembang teknologi. Nyatanya, upah pekerja hari ini, jika disesuaikan dengan inflasi, justru lebih rendah. Saya sangat khawatir bahwa manfaat baru dari produktivitas pekerja akan kembali dinikmati segelintir orang di puncak, sementara kelas pekerja dirugikan. Ini yang sangat mengkhawatirkan saya.
Jadi, poin pertama: Teknologi dan AI sendiri tidak baik atau buruk. Tergantung bagaimana ia digunakan, dan siapa yang diuntungkan. Jika dinamika politik tidak berubah, manfaatnya akan terus mengalir ke segelintir orang di atas dengan mengorbankan pekerja. Itu masalah terpenting. Saya ingin pekerja juga mendapat manfaat dari teknologi baru ini, bukan hanya orang-orang di puncak.
Secara historis—sejak dulu kala—manusia berjuang untuk menghidupi diri, bertani, dan bertahan hidup. AI akan mengubah semua itu, dan kita harus memastikan bahwa ini menciptakan masa depan yang lebih baik dan makmur bagi masyarakat biasa, bukan hanya segelintir orang.
—
Gizmodo: Dalam hal perlindungan, apa yang dibutuhkan pekerja Amerika agar tidak tertinggal dalam transisi ini?
Sen. Sanders: Kita harus memperjelas dalam bentuk kebijakan—beberapa serikat sudah mulai memperjuangkannya—bahwa jika produktivitas pekerja meningkat berkat AI, manfaatnya harus dinikmati oleh pekerja itu sendiri.
Apa artinya? Bisa berarti pengurangan jam kerja, misalnya 32 jam per minggu—yang sedang kami perjuangkan—tanpa pemotongan gaji. Intinya, pekerja harus mendapat manfaat dari peningkatan produktivitas, bukan hanya CEO. Saat ini, itu tidak terjadi, dan itu yang harus kita ubah.
—
Gizmodo: Jika seorang CEO bilang, "Saya sudah mengotomatisasi tugas ini dan butuh lebih sedikit pekerja," apa respons yang tepat?
Sen. Sanders: Tepat! Teknologi ini harus menguntungkan pekerja, bukan hanya CEO. Jika perusahaan mengembangkan AI yang membuat pekerja lebih produktif, yang kita inginkan adalah jam kerja lebih pendek tanpa pemotongan gaji.
Selain itu, saya juga khawatir dengan dua isu penting di luar ekonomi: kesehatan mental dan kesejahteraan manusia.
—
Gizmodo: Maksud Anda apa, Senator?
Sen. Sanders: Manusia semakin banyak berinteraksi dengan AI dan robot. Apa dampaknya bagi kesehatan mental dan kesejahteraan kita?
Jika seharian Anda berinteraksi dengan chatbot alih-alih berbicara dengan teman atau keluarga, apa akibatnya? Masalah apa yang akan timbul?
Kita tahu banyak anak muda di Amerika kesulitan berinteraksi dengan manusia karena terlalu banyak menghabiskan waktu di internet. Bahkan ada orang di dunia teknologi yang berkata, "Kalau kamu tidak punya teman atau kesepian, bicaralah dengan chatbot—kamu bisa dapat teman di sana." Saya tidak yakin ini baik untuk manusia.
—
Gizmodo: Ada perasaan bahwa manusia tersesat, bahwa AI menghapus identitas dan peran kita dalam masyarakat…
Sen. Sanders: Anda tahu ungkapan, "Operasinya sukses, sayangnya pasiennya meninggal"?
Dalam konteks ini, sistem bekerja dengan baik. Kita mengembangkan berbagai teknologi: Anda bisa melakukan ini, Anda bisa melakukan itu. Sayangnya, manusia justru tersesat dalam perkembangan itu. Mereka akan semakin tidak bahagia, semakin tidak stabil secara mental, semakin kesepian.
Kita harus memastikan teknologi ini bermanfaat bagi manusia, baik secara ekonomi maupun emosional. Itu yang harus jadi tujuan utama.
—
Gizmodo: Apakah Anda sudah berbicara dengan CEO atau ahli teknologi tentang ini?
Sen. Sanders: Saya sudah berbicara dengan beberapa CEO. Kebetulan, dua jam lalu saya baru saja mengakhiri telepon dengan salah satu ahli AI terkemuka di dunia.
—
Gizmodo: Apakah mereka sependapat dengan kekhawatiran Anda? Ada solusi yang mereka tawarkan?
Sen. Sanders: Pendapat mereka berbeda-beda. Orang yang saya ajak bicara tadi setuju, tapi yang kemarin tidak terlalu.
Ada perdebatan besar. Pertama: Apa dampak AI pada ekonomi? Sebagian orang mengatakan akan ada pemutusan kerja massal—saya cenderung setuju.
Yang lain berpendapat tidak separah itu, lapangan kerja baru akan tercipta—seperti revolusi teknologi sebelumnya. Ada pro-kontra. Saya pribadi yakin ini berbeda dengan Revolusi Industri; dampaknya bisa jauh lebih buruk.
Kedua: Ini bukan fiksi ilmiah. Ada orang-orang sangat berpengalaman—saya baru berbicara dengan salah satunya hari ini—yang sangat khawatir manusia tidak bisa mengendalikan teknologi ini, dan AI justru akan mendominasi masyarakat. Kita tidak akan bisa mengendalikannya; ia malah mungkin mengendalikan kita. Itu semacam skenario kiamat—dan ini benar-benar dikhawatirkan para ahli di industri.
—
Gizmodo: Secara pribadi, apakah Anda optimis atau pesimis dengan AI—untuk pekerja, untuk masyarakat?
Sen. Sanders: Ini pertanyaan yang lebih luas. Saat ini kita memiliki presiden terburuk dalam sejarah AS.
Di seluruh dunia, demokrasi sedang terancam. Ada perang mengerikan di Ukraina, di Gaza. Ini bukan momen terbaik bagi umat manusia.
Tapi saya berharap—meski ada pasang surut—kita bisa mengubah keadaan. Salah satunya dengan memanfaatkan AI dan robotika untuk meningkatkan kualitas hidup manusia: memastikan kita bisa menghapus kemiskinan, bahwa semua orang bisa hidup layak. Ini mungkin dilakukan.
Sayangnya, keserakahan miliarder mengendalikan proses ini. Tapi masa depan harus ditentukan oleh rakyat biasa.
—
Gizmodo: Pertanyaan terakhir: Apakah AI bisa digunakan untuk memperkuat serikat pekerja dan hak-hak buruh, atau ia ancaman bagi gerakan buruh?
Sen. Sanders: Saat ini, lebih cenderung ancaman. Dalam beberapa hal, AI digunakan seperti kebijakan perdagangan buruk di AS tahun 70-an.
Maksudnya, perusahaan akan bilang: "Ambil pemotongan gaji atau bayar lebih untuk asuransi. Kalau tidak, kami punya mesin, robot, dan AI yang bisa menggantikan kalian. Pilihan ada di tangan kalian: terima pemotongan atau digantikan."
Karena itu, gerakan serikat pekerja harus lebih militan melawan ancaman AI terhadap hak-hak pekerja.