Tujuh tewas dalam serangan bom bunuh diri di kafe di Mogadishu, Somalia | Berita Al-Shabab

Al-Shabab mengklaim bertanggung jawab atas serangan di ibu kota Somalia yang menyebabkan enam orang lain terluka.

Tujuh orang tewas dan enam terluka setelah seorang pengebom bunuh diri meledakkan sebuah alat yang tidak dikenal di sebuah kafe di luar sekolah pelatihan polisi di ibu kota Somalia, Mogadishu.

Menurut polisi, baik petugas maupun warga sipil termasuk korban, yang sedang minum teh di luar Akademi Polisi Jenderal Kaahiye pada hari Kamis.

“Ledakan terjadi di bawah pohon di mana penduduk daerah tersebut menghabiskan waktu untuk istirahat,” pernyataan polisi itu.

Al-Shabab, kelompok bersenjata yang terkait dengan al-Qaeda, mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Kelompok tersebut sering kali menargetkan institusi militer dan negara dalam upayanya untuk menggulingkan pemerintah Somalia, yang telah meluncurkan serangan terus-menerus terhadapnya.

Penduduk Mohamed Ali mengatakan kepada agensi berita The Associated Press bahwa dia mendengar ledakan keras. “Kafe itu penuh dengan orang yang menikmati teh mereka, dan kemudian semuanya kacau,” katanya.

Menurut saksi mata, penyelamat segera tiba setelah ledakan.

Seorang paramedis di Rumah Sakit Madina mengatakan beberapa orang terluka sedang menerima perawatan. “Kami sedang bekerja untuk merehabilitasi korban, banyak dari mereka yang mengalami luka parah,” katanya.

Pada bulan Agustus, lebih dari 30 orang tewas dalam serangan di pantai umum di Mogadishu, yang memicu protes terhadap al-Shabab.

Pemerintah sangat bergantung pada dukungan pasukan asing untuk tetap berkuasa. Mereka juga bergabung dengan kelompok bersenjata lokal untuk melawan al-Shabab dalam kampanye yang didukung oleh pasukan Uni Afrika dan serangan udara Amerika Serikat.

Somalia saat ini mengasumsikan tanggung jawab keamanan dari pasukan asing, yang penempatannya di bawah Misi Transisi Afrika di Somalia dijadwalkan akan berakhir pada Desember.

MEMBACA  Sehari menunjukkan kenyataan hidup saat perang mencapai 1.000 hari