Presiden AS sebelumnya menyatakan ‘sulit buat perjanjian’ dengan pemimpin China saat pembicaraan dagang berlanjut.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbicara dengan Presiden China Xi Jinping melalui telepon saat kedua negara terus berseteru terkait hubungan dagang, yang Trump coba ubah secara agresif lewat serangkaian tarif.
Media negara China, Xinhua, melaporkan bahwa panggilan telepon pada Kamis itu dilakukan atas permintaan AS, namun tidak memberikan detail soal isi percakapan. Sebelumnya, Trump mengatakan bahwa mencapai kesepakatan dengan China ternyata sangat sulit.
"Saya suka Presiden Xi dari China, selalu dan akan selalu, tapi dia SANGAT KERAS, DAN SANGAT SUSAH BUAT BUAT DEAL!!!" tulis Trump di akun media sosialnya, Truth Social, pada Rabu.
China dan AS sempat mencapai kesepakatan 90 hari pada 12 Mei untuk menurunkan tarif di tengah perang dagang yang dimulai pemerintahan Trump, tapi ketegangan tetap tinggi sejak saat itu.
Washington memberlakukan tarif besar-besaran pada Beijing, tapi akhirnya melunak karena kekhawatiran dampak ekonomi dari perang dagang berkepanjangan antara dua ekonomi terbesar dunia.
Kritikus menuduh Trump menyebabkan gejolak besar di ekonomi global, lalu mundur saat China atau Uni Eropa membalas dengan keras.
Pemerintahan Trump juga melancarkan tindakan keras terhadap pelajar internasional China di AS, mengancam mencabut visa pelajar yang dikaitkan dengan Partai Komunis China atau dianggap ancaman keamanan nasional AS. Lebih dari 277.000 pelajar China terdaftar di universitas AS tahun ajaran 2023-2024.
China menyatakan langkah ini, bersama tindakan lain yang menarget sektor teknologinya, melanggar gencatan dagang sementara yang disepakati dengan AS bulan Mei.
"Praktik ini melanggar konsensus secara serius," kata Kementerian Perdagangan Beijing dalam pernyataan terbaru.
Meski perselisihan antara Washington dan Beijing soal isu seperti dagang dan teknologi sudah menjadi hal biasa selama puluhan tahun, ketegangan ini semakin memanas saat Trump berusaha mengubah apa yang ia anggap sebagai ketidakseimbangan perdagangan global antara AS dan negara lain, termasuk China.