Israel telah menewaskan setidaknya 32 warga Palestina yang sedang menunggu bantuan makanan di dua lokasi distribusi bantuan di Gaza, dengan lebih dari 200 lainnya terluka.
Menurut Kantor Media Pemerintah Gaza, tank-tank Israel menembaki ribuan warga sipil yang berkumpul di sebuah lokasi distribusi di Rafah, Gaza selatan, pada Minggu pagi, menewaskan sedikitnya 31 orang.
Tak lama kemudian, satu orang lagi tewas dalam penembakan di titik distribusi serupa di selatan Koridor Netzarim di Kota Gaza, menurut pernyataan kantor tersebut di Telegram.
Bantuan ini didistribusikan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), kelompok kontroversial yang didukung Israel dan AS, yang baru menyelesaikan minggu pertama operasinya di Gaza dengan kondisi kacau.
PBB dan kelompok bantuan lain menolak bekerja sama dengan GHF, menuduhnya tidak netral dan menyatakan kelompok ini dibentuk untuk membantu Israel mencapai tujuan militernya menguasai seluruh Gaza.
‘Tewas hanya karena mencari sesuap nasi untuk anak’
Ibrahim Abu Saoud, saksi penyerangan terhadap pencari bantuan di Rafah, mengatakan kepada AP bahwa pasukan Israel menembaki orang-orang yang bergerak ke arah titik distribusi.
Abu Saoud (40) menyebut kerumunan itu berjarak sekitar 300 meter dari militer. Dia melihat banyak orang dengan luka tembak, termasuk seorang pemuda yang tewas di tempat.
“Kami tidak bisa menolongnya,” ujarnya.
Wartawan Al Jazeera, Hind Khoudary, melaporkan dari Deir el-Balah, Gaza tengah, bahwa warga Palestina terbunuh saat berusaha mendapatkan “satu kali makan untuk anak-anak mereka”.
“Ini sebabnya mereka tetap mendatangi titik distribusi, meski tahu itu kontroversial. Titik-titik itu didukung AS dan Israel, tapi mereka tak punya pilihan lain,” katanya.
“Paket makanan yang dibagikan pun nyaris tak mencukupi. Hanya satu kilo tepung, beberapa bungkus pasta, beberapa kaleng kacang fava—itu tak bergizi dan tidak cukup untuk satu keluarga di Gaza sekarang.”
GHF mengatakan kepada AP bahwa tentara Israel menembakkan “peringatan” saat warga Palestina berkumpul. Mereka membantah laporan puluhan tewas, menyebutnya sebagai “kabar palsu tentang kematian, luka massal, dan kekacauan”.
Pasukan Israel dalam pernyataan di Telegram mengatakan “belum mengetahui adanya korban luka akibat tembakan di lokasi distribusi bantuan” dan sedang meninjau insiden tersebut.
Kantor Media Pemerintah Gaza mengutuk serangan ini, menyebut titik distribusi GHF sebagai “jebakan kematian massal, bukan titik bantuan kemanusiaan”.
“Kami tegaskan kepada dunia bahwa yang terjadi adalah penggunaan bantuan sebagai senjata perang secara sistematis, untuk memeras warga kelaparan dan mengumpulkan mereka di titik pembantaian yang diawasi tentara pendudukan, dengan dana dan perlindungan politik dari… pemerintahan AS,” bunyi pernyataan mereka.
Bassam Zaqout dari Palestinian Medical Relief Society di Kota Gaza mengatakan mekanisme distribusi sekarang menggantikan 400 titik distribusi lama dengan hanya empat.
“Saya rasa ada agenda tersembunyi dalam mekanisme ini,” katanya kepada Al Jazeera. “Mekanisme ini tidak memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti lansia dan penyandang disabilitas.”
Hamas, yang menguasai pemerintahan Gaza, menyebut penembakan ini sebagai “bukti nyata niat terencana” dan menyatakan Israel serta AS bertanggung jawab penuh.
Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) mengatakan pembunuhan ini adalah “kejahatan perang seutuhnya” dan menuntut intervensi internasional untuk “menghentikan pembantaian ini dan menetapkan mekanisme pertanggungjawaban ketat”.
Pembunuhan Minggu ini menutup minggu pertama operasi proyek yang sudah memakan korban, setelah dua penembakan sebelumnya di titik distribusi di selatan—pertama di Rafah, kedua di barat kota—dengan total sembilan warga Palestina tewas.
Di Gaza, bantuan vital hanya sedikit mengalir setelah Israel sebagian mencabut blokade total lebih dari dua bulan yang membawa lebih dari dua juta penduduknya ke ambang kelaparan.