Jeremy Bowen
Editor Internasional
Israel telah menanggapi kecaman internasional yang terus meningkat terkait tanggung jawabnya atas kelaparan di Gaza dengan mengumumkan serangkaian langkah yang menurut Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan "meningkatkan respons kemanusiaan".
Mereka mengizinkan pengiriman bantuan lewat udara, melakukan penurunan pertama sendiri pada malam hari, dan mengizinkan Angkatan Udara Uni Emirat Arab untuk mengikuti dengan penurunan lain pada hari Minggu.
IDF juga mengumumkan akan mengizinkan "jeda taktis dalam aktivitas militer" di beberapa wilayah dan membangun "koridor kemanusiaan khusus… untuk membantah klaim palsu tentang kelaparan yang disengaja."
Hamas mengecam langkah-langkah ini sebagai "tipu daya". Mereka menyatakan Israel sedang "memutihkan citranya di mata dunia."
Namun, Israel kemudian melakukan serangan udara selama "jeda taktis". Laporan dari lokasi menyebutkan seorang ibu bernama Wafaa Harara beserta keempat anaknya—Sara, Areej, Judy, dan Iyad—tewas.
Meski Israel terus bersikeras bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas bencana kemanusiaan di Gaza dan tidak membatasi bantuan masuk, klaim ini ditolak oleh sekutu dekatnya di Eropa, PBB, dan lembaga lain yang aktif di Gaza.
Langkah baru ini mungkin pengakuan diam-diam dari Israel bahwa mereka perlu berbuat lebih. Namun, lebih mungkin ini hanya gebrakan untuk meredam tekanan sekutu yang telah menyatakan kecaman keras, menyalahkan Israel atas kelaparan di Gaza.
Pernyataan terbaru dari Inggris, Prancis, dan Jerman pada Jumat, 25 Juli, sangat jelas:
"Kami mendesak pemerintah Israel segera mencabut pembatasan aliran bantuan dan memungkinkan PBB serta LSM kemanusiaan bekerja tanpa hambatan untuk mengatasi kelaparan. Israel harus menaati kewajibannya menurut hukum humaniter internasional."
Setelah memblokade total bantuan ke Gaza, Israel memberlakukan aturan ketat terkait isi dan pergerakan konvoi bantuan. Bersama AS, mereka membentuk sistem baru melalui Gaza Humanitarian Foundation (GHF), yang dimaksudkan untuk menggantikan jaringan bantuan PBB. Israel menuduh Hamas mencuri bantuan dari sistem PBB, tetapi PBB masih menunggu bukti.
PBB dan lembaga lain menolak bekerja sama dengan GHF, menyebutnya tidak manusiawi dan dimiliterisasi. Menurut PBB, lebih dari 1.000 warga Palestina tewas ditembak saat mencari makan sejak operasi GHF dimulai.
Seorang kolonel pasukan khusus AS yang pensiun dan pernah bekerja untuk GHF di Gaza mengaku melihat rekan AS dan tentara IDF menembaki warga sipil. Keduanya membantah menargetkan warga sipil.
Tonton: Bantuan udara tiba di Gaza Utara
Jonathan Whittall, kepala OCHA di Palestina, telah mengutuk metode GHF. Israel mengancam tidak memperpanjang visanya setelah dia mengecam sistem GHF di media sosial sebulan lalu, menyebutnya sebagai "pembunuhan terencana… kelaparan yang dipersenjatai, pemindahan paksa, hukuman mati bagi yang sekadar ingin bertahan—seperti upaya penghapusan kehidupan Palestina."
Setelah Israel mengumumkan langkah baru, Whittall menyatakan situasi kemanusiaan di Gaza "tidak pernah lebih buruk." Menurutnya, Israel harus mempercepat proses bantuan di pos perlintasan dan memperbaiki rute yang disediakan IDF. Selain itu, mereka perlu memberikan jaminan bahwa warga yang mengambil makanan dari truk tidak akan ditembak.
Whittall bolak-balik ke Gaza sejak perang dimulai, meski kini terancam tidak bisa kembali jika visanya dicabut. Dia menegaskan, operasi militer IDF masih menunjukkan "pengabaian memuakkan terhadap hukum kemanusiaan."
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant sudah menjadi subjek perintah tangkap dari Mahkamah Pidana Internasional tahun lalu, dituduh bertanggung jawab atas "kejahatan perang berupa kelaparan sebagai metode perang, serta kejahatan kemanusiaan seperti pembunuhan dan penganiayaan." Netanyahu, Gallant, dan pemerintah Israel membantah tuduhan ini.
Israel merilis rekaman samar pesawat pengangkut menjatuhkan palet bantuan ke Gaza. Parasut terlihat mengembang di kegelapan malam. IDF menyatakan tujuh paket berisi tepung, gula, dan makanan kaleng telah dikirim.
Dalam konflik lain, saya pernah menyaksikan bantuan udara—baik dari pesawat maupun di darat saat mendarat. Pengiriman lewat udara adalah upaya darurat. Ini terlihat bagus di televisi, memberi kesan bahwa akhirnya ada tindakan.
Namun, ini proses yang kasar dan tidak akan mengakhiri kelaparan di Gaza. Hanya gencatan senjata dan operasi bantuan jangka panjang tanpa batas yang bisa. Pesawat besar pun tidak membawa sebanyak konvoi truk kecil.
EPA
Warga Palestina berebut karung tepung dari truk bantuan dekat Zikim, Jalur Gaza Utara, 27 Juli
Di Kurdistan Irak pasca-Perang Teluk 1991, AS, Inggris, dan lainnya menjatuhkan bantuan dari pesawat C-130—sebagian besar ransum tentara, kantong tidur, dan seragam musim dingin—untuk puluhan ribu orang yang bertahan di pegunungan perbatasan Irak-Turki. Saya ikut terbang dan melihat awak pesawat menjatuhkan bantuan dari ketinggian ribuan kaki.
Bantuan itu diterima, tapi beberapa hari kemudian di kamp darurat, saya menyaksikan pemuda berlari ke ladang ranjau untuk mengambil bantuan yang terjatuh di sana. Beberapa tewas atau terluka. Keluarga lain tewas ketika palet berat menghantam tenda mereka.
Saat Mostar dikepung dalam perang Bosnia 1993, saya melihat palet makanan militer AS berserakan di sisi timur kota yang terus dihujani artileri. Beberapa palet menembus atap rumah yang masih utuh.
Para profesional bantuan menganggap pengiriman udara sebagai opsi terakhir, digunakan jika akses lain mustahil. Tapi di Gaza, ini tidak perlu. Ashdod—pelabuhan kontainer modern Israel—hanya beberapa jam ke utara. Perbatasan Yordania juga bisa menjadi jalur pasokan.
Sebelum perang, Gaza adalah salah satu wilayah terpadat di dunia, dengan lebih dari dua juta warga Palestina menghuni seluruh wilayahnya. Ukurannya sedikit lebih kecil dari Isle of Wight (Inggris) atau sebanding dengan Philadelphia/Detroit (AS).
Kini Israel memaksa sebagian besar warga Gaza ke wilayah kecil di pesisir selatan—hanya 17% dari luas Gaza. Kebanyakan tinggal di tenda-tenda padat. Tidak jelas apakah masih ada ruang terbuka untuk menjatuhkan bantuan dari langit.
Palet bantuan yang diterjunkan sering jatuh jauh dari yang membutuhkan. Setiap palet akan diperebutkan oleh warga yang putus asa dan pihak kriminal yang ingin menjualnya demi keuntungan.