Keluarga-keluarga Swiss yang tak lagi mampu tinggal di Jenewa dan terpaksa menetap di seberang perbatasan Prancis kini menghadapi pukulan berikutnya: anak-anak mereka kini tersisihkan dari sekolah-sekolah di Jenewa.
Keputusan otoritas Jenewa untuk melarang murid yang tinggal di pinggiran kota dan desa-desa Prancis di sekitar kota Swiss itu telah menyisakan amarah di kalangan orang tua, kekhawatiran pada anak-anak, serta kemarahan pemerintah daerah Prancis yang harus menampung lebih dari 2.000 anak tambahan di ruang kelas mereka.
“Kami telah menjadi warga negara Swiss kelas dua,” keluh Joana, seorang ibu dua anak berusia 35 tahun, yang menolak menyebutkan nama belakangnya dengan alasan profesional.
Layaknya banyak komuter lintas batas, Joana, yang bekerja di sektor kesehatan, meninggalkan Jenewa akibat kurangnya perumahan yang terjangkau.
“Kami setuju untuk meninggalkan rumah dibawah standar kami di pusat kota demi pindah ke pedesaan — tetapi syarat untuk menyeberang perbatasan adalah akses ke sekolah-sekolah Swiss,” ujarnya kepada AFP.
Dengan menjadi rumah bagi banyak lembaga internasional, Jenewa adalah salah satu kota termahal di dunia untuk ditinggali.
Posisinya secara geografis unik: kota Swiss ini hampir seluruhnya dikelilingi oleh Prancis. Tidak ada satu pun lokasi di kanton Jenewa yang berjarak lebih dari 5,5 kilometer dari perbatasan Prancis.
Sekitar 115.000 orang bekerja di Jenewa namun tinggal di seberang perbatasan, di mana biaya hidup lebih murah.
– ‘Kami Tidak Senang’ –
Desa Prancis Bossey adalah rumah bagi pekerja lintas batas, banyak di antaranya merupakan warga negara Swiss yang tidak mampu tinggal di Jenewa.
Wali kotanya, Jean-Luc Pecorini, dapat melihat perbatasan dari kantornya, yang berjarak kurang dari 100 meter di seberang jalan raya.
“Kami tidak senang,” katanya kepada AFP, mewakili perasaan yang sama dipegang oleh wali kota Prancis lainnya.
Ia menyebut keputusan Jenewa — yang diambil pada Juni dan akan berlaku pada awal tahun ajaran berikutnya di September 2026 — sebagai “tiba-tiba”.
Membuka satu kelas baru akan menelan biaya sekitar 80.000 euro, jelasnya.
Sebuah sumber yang mengetahui angka-angka terkait, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan kepada AFP bahwa sekitar 2.500 murid awalnya akan terdampak, disusul oleh “aliran siswa yang stabil” yang seharusnya akan bersekolah di Swiss kemudian hari.
Meskipun sebagian adalah warga Prancis, 80 persen dari yang terdampak adalah warga Swiss.
Konsekuensi finansial bagi Prancis diperkirakan mencapai sekitar 60 juta euro untuk biaya sekolah dan infrastruktur, ditambah 15 juta euro per tahun setelahnya, tutur sumber tersebut.
– Pertumbuhan Demografi Jenewa –
Jenewa bersikukuh tidak berubah, dengan alasan tekanan demografi dan kekurangan tempat sekolah.
Perubahan ini mewakili “penghematan sedikit di atas 27 juta franc Swiss dalam waktu empat tahun,” kata otoritas Jenewa kepada AFP.
Roberto Balsa, seorang pekerja TI lintas batas berusia 47 tahun, mengatakan berita ini “sangat kasar” bagi putrinya yang berusia tujuh tahun.
Sebagian orang tua telah mengajukan banding hukum di Jenewa, sementara yang lain menandatangani petisi daring.
Emmanuel, seorang ayah empat anak yang terdampak keputusan ini, yang tidak ingin memberikan nama belakang, menyebut sikap Jenewa “diskriminatif”, dengan mencatat bahwa pekerja *frontalier* sepertinya membayar pajak di Swiss, dengan hanya sepertiganya yang disetor ke Prancis.
Prefektur regional Auvergne-Rhone-Alpes Prancis mengatakan kepada AFP bahwa otoritas Prancis “tidak dapat lagi menerima” tindakan Jenewa mengalihkan dampak masalahnya ke Prancis tetangga “tanpa pertimbangan nyata atas dampak finansialnya”.
Dengan mengeluarkan murid-murid, yang sebagian besar adalah warga Swiss dan berniat bekerja di Swiss, “Jenewa mengekspor beban pendidikan ke Prancis, sementara sekolah-sekolah kami sudah berada di bawah tekanan kapasitas yang berat,” ujarnya.
apo/rjm/cc/st