Ini bukan kali pertama pemerintahan Petro mendapati dirinya dalam air yang bermasalah, meskipun.
Presidennya telah diwarnai oleh krisis politik yang mencolok, baik di dalam negeri maupun internasional.
Sebagai contoh, pendekatannya kepada Venezuela dan Kuba sebagai mediator dalam proses perdamaian Kolombia telah menimbulkan keraguan di kalangan sektor yang lebih konservatif.
Sementara itu, agenda domestiknya yang ambisius, termasuk reformasi besar-besaran dalam bidang kesehatan, pensiun, dan ketenagakerjaan, telah mengalami kesulitan untuk mendapatkan dorongan di tengah hambatan legislatif dan perlawanan oposisi.
Pemerintahannya juga menghadapi ketidakstabilan yang berulang melalui serangkaian perubahan kabinet dan perselisihan internal. Dugaan korupsi yang melibatkan putra Petro dan pendanaan kampanye presidennya tahun 2022 telah lebih lanjut mengikis kepercayaan.
Walau begitu, bagi sebagian pendukung Petro, bentrokan terbarunya dengan Trump melambangkan sikap tegasnya terhadap tekanan AS dan komitmennya untuk melindungi martabat Kolombia.
Pasukannya — terdiri dari pemilih progresif, advokat hak asasi manusia, dan sektor yang kecewa dengan pendekatan intervensi Washington — melihat perlawanan terhadap kebijakan keras Trump sebagai sebuah pernyataan kedaulatan nasional.
“Saya pikir apa yang dilakukannya bagus,” kata Robinson Duarte, seorang ekonom yang memberikan suara untuk Petro pada tahun 2022. “Itu tidak menjauhkan saya dari dia. Saya mendukungnya.”
Ancaman Trump terhadap tarif dan sanksi, meskipun dihindari untuk saat ini, telah menimbulkan kekhawatiran tentang dampak ekonomi yang potensial. Hal ini bisa merugikan kandidat yang bersekutu dengan Petro pada tahun 2026, terutama jika kecemasan ekonomi bertahan.
Namun, para ahli mengatakan ketahanan Petro dalam krisis politik tidak boleh diremehkan. Kemampuannya untuk mengubah momen konfrontasi menjadi titik kumpul populis telah menjadi ciri khas karirnya.
Jika dia berhasil mengubah perselisihan dengan Trump sebagai sebuah sikap menentang agresi asing, dia bisa memperkuat koalisinya menjelang pemilihan 2026.
“Dia juga berhasil memposisikan dirinya sebagai orang yang memiliki kapasitas untuk memberitahu [AS] bahwa ini adalah negara otonom, kita memiliki martabat dan kita harus saling memahami dalam kerangka hukum internasional,” kata Duarte.
“Hanya karena itu Trump atau orang paling berpengaruh di dunia, kita tidak akan tunduk pada cara berpolitik AS.”