Kunjungan Nikol Pashinyan Tandai Upaya Kedua Ankara dan Yerevan untuk Rekonsiliasi
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan tengah melakukan kunjungan langka ke Istanbul guna menjalin pembicaraan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan—langkah yang disebut Yerevan sebagai langkah "historis" menuju perdamaian regional.
Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya kedua negara untuk menormalkan hubungan yang tegang akibat sengketa sejarah serta aliansi Ankara dengan Azerbaijan, yang telah lama berseteru dengan Armenia.
"Ini adalah kunjungan bersejarah karena merupakan pertama kalinya seorang pemimpin Republik Armenia mengunjungi Turki di tingkat ini. Semua isu regional akan dibahas," ujar Ketua Parlemen Armenia Alen Simonyan kepada wartawan pada Jumat. "Risiko perang [dengan Azerbaijan] saat ini minim, dan kita harus bekerja untuk menetralisirnya. Kunjungan Pashinyan ke Turki adalah langkah ke arah itu."
Kunjungan Pashinyan berlangsung sehari setelah Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev bertemu Erdogan di Turki. Dalam pertemuan itu, Aliyev memuji aliansi Turki-Azerbaijan sebagai "faktor penting, tidak hanya secara regional tapi juga global," sementara Erdogan menegaskan dukungannya untuk "terciptanya perdamaian antara Azerbaijan dan Armenia."
Baku dan Yerevan telah menyepakati naskah perjanjian damai pada Maret lalu, namun sejak itu Baku mengajukan sejumlah tuntutan, termasuk perubahan konstitusi Armenia, sebelum bersedia menandatangani dokumen tersebut.
Menurut kantor Erdogan, Pashinyan dijadwalkan bertemu Erdogan di Istana Dolmabahce Istanbul pukul 15:00 GMT.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Armenia kepada AFP menyatakan bahwa keduanya akan membahas upaya penandatanganan perjanjian damai komprehensif.
Dampak regional dari konflik Israel-Iran, yang dimulai Jumat lalu saat Israel melancarkan serangan udara ke fasilitas nuklir dan militer Iran, juga akan menjadi bahan diskusi.
Armenia dan Turki belum pernah menjalin hubungan diplomatik resmi, dan perbatasan mereka telah ditutup sejak 1993.
Upaya Normalisasi
Hubungan kedua negara telah lama tegang akibat pembunuhan massal warga Armenia di era Perang Dunia I oleh Kekaisaran Ottoman—tragedi yang oleh sejarawan dan Yerevan disebut sebagai genosida. Turki menolak istilah itu, menyatakan bahwa meski banyak korban berjatuhan saat itu, jumlahnya dibesar-besarkan dan kematian terjadi akibat pergolakan sipil.
Ankara juga mendukung sekutu dekatnya, Azerbaijan, dalam konflik Nagorno-Karabakh yang berkepanjangan dengan Armenia. Wilayah ini, yang mayoritas penduduknya etnis Armenia, memisahkan diri dari Azerbaijan dengan dukungan Armenia pada akhir 1980-an. Pada 2020, Turki mendukung Azerbaijan dalam perang kedua melawan Armenia, yang berakhir setelah enam pekan dengan kesepakatan damai yang difasilitasi Rusia—mengakibatkan Azerbaijan menguasai sebagian besar wilayah itu.
Pashinyan aktif berupaya menormalkan hubungan dengan Baku dan Ankara.
Ankara dan Yerevan menunjuk utusan khusus pada akhir 2021 untuk memimpin proses normalisasi dan melanjutkan penerbangan komersial pada 2022 setelah jeda dua tahun.
Awal tahun ini, Pashinyan mengumumkan Armenia akan menghentikan kampanye pengakuan internasional atas pembunuhan massal 1915 sebagai genosida—konsesi besar bagi Turki yang memicu kritik tajam dalam negeri.
Kunjungan pertama Pashinyan ke Turki adalah untuk menghadiri pelantikan Erdogan pada 2023.
Ini merupakan upaya kedua Ankara dan Yerevan untuk berdamai. Turki dan Armenia sempat menyepakati normalisasi hubungan dan pembukaan perbatasan pada 2009, namun kesepakatan itu gagal diratifikasi akibat penolakan kuat dari Azerbaijan.