Raksasa Media Sosial Ini Ikuti Langkah Alphabet, Perusahaan Induk Google, yang Telah Ambil Keputusan Serupa pada November Lalu
Meta akan menghentikan iklan politik dan isu sosial di platformnya di Uni Eropa mulai Oktober mendatang.
Perusahaan induk Facebook dan Instagram mengumumkan perubahan kebijakan baru ini pada Jumat, menyebut ketidakpastian hukum terkait aturan baru Uni Eropa tentang periklanan politik.
Raksasa media sosial yang berbasis di Lembah Silikon ini mengikuti jejak Alphabet, perusahaan induk Google, yang telah mengambil keputusan serupa bulan November lalu.
Regulasi Uni Eropa, bernama Transparency and Targeting of Political Advertising (TTPA), yang akan berlaku mulai 10 Oktober, muncul karena kekhawatiran atas disinformasi dan campur tangan asing dalam pemilu di 27 negara anggota.
Hukum ini mewajibkan perusahaan teknologi besar untuk memberi label jelas pada iklan politik di platform mereka, termasuk pembayar dan jumlahnya, serta target pemilu yang dituju, atau risiko denda hingga 6% dari pendapatan tahunan.
“Mulai awal Oktober 2025, kami tidak akan lagi mengizinkan iklan politik, elektoral, dan isu sosial di platform kami di Uni Eropa,” kata Meta dalam postingan blog.
“Ini keputusan sulit—kami ambil sebagai respons terhadap regulasi TTPA Uni Eropa yang akan datang, yang menimbulkan tantangan operasional besar dan ketidakpastian hukum,” lanjutnya.
Meta menyatakan aturan Uni Eropa pada akhirnya akan merugikan warga Eropa.
“Kami yakin iklan personalisasi penting bagi banyak pengiklan, termasuk yang terlibat dalam kampanye mengedukasi pemilih tentang isu sosial penting yang membentuk wacana publik,” kata Meta.
“Regulasi seperti TTPA sangat membatasi kemampuan kami menyediakan layanan ini, tidak hanya mengurangi efektivitas kampanye pengiklan tetapi juga hak pemilih mengakses informasi lengkap.”
Facebook dan Instagram milik Meta saat ini sedang diselidiki Komisi Eropa atas dugaan kegagalan menangani disinformasi dan iklan menyesatkan jelang pemilu Parlemen Eropa 2024.
Penyelidikan ini dilakukan di bawah Digital Services Act, yang mewajibkan perusahaan teknologi besar lebih aktif memerangi konten ilegal dan berbahaya di platform mereka atau menghadapi denda hingga 6% dari pendapatan global tahunan.
TikTok milik ByteDance juga menjadi sorotan Uni Eropa atas dugaan gagal menangani intervensi pemilu, terutama dalam pemilu presiden Rumania November lalu.
Iklan politik Meta juga lama menjadi kekhawatiran di Amerika Serikat. Pekan lalu, CEO Mark Zuckerberg menyelesaikan gugatan dari pemegang saham atas dugaan pelanggaran privasi.
Gugatan itu menyebut perusahaan gagal mematuhi kesepakatan dengan Federal Trade Commission tahun 2012 dalam upaya melindungi privasi konsumen. Kasus ini muncul di tengah skandal Cambridge Analytica 2018, di mana raksasa media sosial ini memberikan data pengguna—tanpa izin—untuk tujuan iklan politik.